Arga Janji Bunda!


Sesuai janji yang dia ucapkan pada sang Bunda tadi untuk menemaninya berbelanja, sekarang Arga dan bunda Sekar sedang berada di salah satu restoran kesukaan sang bunda.

Mereka berencana makan setelah menyelesaikan sesi pertama belanja, katanya sih setelah makan akan dilanjutkan lagi. Arga sebagai anak yang berbakti tentu saja menuruti apa kata bundanya.

Sepasang ibu dan anak itu lalu memakan menu utama mereka dengan tenang. Tak lama setelah itu, seorang pramusaji yang membawakan es krim pesanan bundanya tadi mulai berjalan menghampiri ke arah meja mereka.

Arga lantas mengambil ponselnya berniat untuk menghubungi seseorang dan bertanya bagaimana keadaannya sekarang. “Jangan main hp mulu dong sayang. Bunda suapin ice creamnya ya?” ucap bunda Sekar mengalihkan perhatikan Arga kini.

“Gak usah bunda, Arga udah kenyang” Jawaban Arga sontak membuat sang bunda tidak puas. “Es krim doang ini nak, sedikit.” Sadar bahwa dirinya tidak akan menang jika ini dilanjut, Arga membuka mulutnya untuk menerima suapan dari sang Bunda.

Lalu bertepatan dengan itu, netranya kemudian melihat postingan Rafka yang mengatakan bahwa dia ke kampus hari ini, membuatnya hampir tersedak jika bunda tidak cepat-cepat memberikan air padanya.

'Beneran kepala batu nih anak. Kalo dia makin sakit gimana? Emangnya apaan sih sampai gak bisa ninggalin rapat segitunya? Palingan modus aja gak mau ketinggalan ketemu sama si Ara itu, bener-bener Rafka!'

“Arga kenapa? Bunda kebanyakan ya nyuapinnya?” tanya sang bunda khawatir. Arga sontak saja menggeleng. “Ini, Rafka hari ini ke kampus Bund.”

“Loh, memangnya kenapa?” Bunda Sekar bingung, memangnya kenapa jika salah satu teman Arga yang dia kenal sangat menggemaskan itu berada di kampus? “Dia sakit, semalem Arga ke apartnya buat ngurusin. Padahal masih lemes tapi malah ke kampus, emang bandel banget” jelas Argantara pada bundanya yang kini mengangguk mengerti.

“Mungkin dia punya kepentingan yang gak bisa ditunda, kan? Tenang aja nak. Temen kamu itu pasti baik-baik saja.” ucap bunda menenangkan sang anak tetapi sepertinya itu tidak berhasil. “Kamu bilang Rafka tinggal sendiri, kan? Gimana kalo besok ajak dia ke rumah? Bunda bikinin sup khusus buat dia. Siapa tau sup ajaibnya bunda bisa bikin Rafka sembuh, kan?” Arga lalu mengangguk mengiyakan. Dia berharap apa yang dikatakan bunda nya itu benar-benar terjadi.

“Oh iya, Arga sekarang gak deket sama seseorang?” tanya sang bunda tiba-tiba membuat Arga hanya memikirkan satu nama di kepalanya. Tapi tak mungkin dia sebutkan. “Kenapa Bund?” Tanyanya.

“Kamu gak pernah cerita kalo deket sama perempuan manapun. Bunda kan juga pengen denger anak bungsunya bunda yang paling kecil ini curhat masalah pacarnya sama Bunda.”

Arga tertegun mendengar perkataan sang bunda. Sudah sejak lama dirinya tidak memikirkan percintaan dengan begitu serius, apalagi memikirkan tentang memiliki seorang kekasih... Arga rasa-rasanya mungkin tidak akan bisa. Tidak setelah kejadian dahulu masih menghantuinya sampai saat ini.

“Gak ada Bunda.” Hanya itu yang bisa Arga jawab. Bundanya menghela napas pelan saat lagi-lagi mendengar jawaban yang sama dari sang anak.

“Emangnya Bunda rela nanti Arga berduaan terus sama pacarnya Arga? Nanti jarang loh bisa main-main sama Arga lagi. Emang gak bakalan kangen sama Arga? Kalo Arga sih masih belum mau, masih pengen sama Bunda hehe.” Menyadari perubahan mood sang ibunda, Arga berusaha mengubah suasananya menjadi seperti biasa kembali.

“Kamu gak punya pacar pun ya sama aja. Jarang di rumah. Sama kayak Ayah kamu.” protes wanita paruh baya itu pada anak bungsunya. Arga tertawa melihat ekspresi bunda kesayangannya itu. “Ya maaf Bunda. Namanya juga anak muda kan?banyak nongkrongnya hehe.”

“Bunda bahkan bisa bilang kalo kamu tuh udah lebih sibuk daripada Ayah. Bunda lebih sering ngeliat ayah di rumah daripada kamu. Kan bunda kangen, kalo Arga lagi keluar sering-sering.” Arga menyadari bahwa memang akhir-akhir ini dia sering bermain dengan teman-temannya. Dia tidak menyangka hal itu berefek pada bundanya.

“Bunda kangen sama Arga yang sering manja-manja ke Bunda. Bunda kangen masak bareng sama Arga lagi. Bosen sama ayah terus. Si ayah jahilnya gak ketulungan. Katanya suka liat bunda ngomel.”

Arga menggenggam jari sang bunda yang sedang memainkan sendok es krimnya. “Maafin Arga yah Bund? Janji deh bakalan kurangin jadwal keluarnya hehe. Nanti Arga bakalan sering di rumah bareng Bunda, oke? Jangan sedih lagi, Arga gak suka kalo bunda sedih. Apalagi karena Arga, Arga bakalan selalu pastiin kalo Bunda bakalan terus bahagia. Arga janji.” Perkataan anaknya itu membuat dirinya berkaca-kaca. Anaknya benar-benar sudah tumbuh dewasa.

“Ih kamu mah, bikin Bunda mau nangis. Siapa yang mau tanggung jawab kalo maskara Bunda luntur?” Ucapan polos sang bunda membuat Arga tak bisa lagi menahan tawanya.

“Hahahaha maaf.”