Because of Him


Di tengah fokusnya menjalankan tugas sebagai panitia event yang diadakan UKM tempatnya bergabung, Rafka sudah akan kembali seusai menuntaskan urusannya di kamar mandi sesaat lalu. Namun netranya telah lebih dulu menangkap satu kehadiran yang sangat dikenalnya ketika menyusuri jalanan ke arah tempatnya semula.

Seorang pemuda dengan ciri khas rambut birunya yang tampak sedikit pudar itu terlihat sedang duduk bersantai di area gazebo menikmati segelas kopi dingin.

Dia hampiri Argantara dengan kepala yang penuh akan tanda tanya.

“Lo kok ada di sini?” Tanya Rafka ketika sudah berada tepat di hadapan Arga.

Arga menoleh ke samping, dilihatnya Rafka dengan menampilkan sedikit sunggingan senyum. “Mantau lo.”

“Hah?” Rafka mengerjap ketika mendengarnya. Dia merasa sedikit bingung dengan ucapan Arga baru saja. “Maksudnya?”

“Duduk dulu sih!” Serunya pada Rafka yang masih betah berdiri tanpa ada sedikitpun tanda-tanda pemuda itu akan duduk di samping tempatnya kini singgah.

Rafka kemudian mengambil tempat duduk di samping si surai biru yang kini mulai menggeser sedikit posisinya agar bangku itu muat diduduki mereka berdua.

“Gue cuma mau liat aja lo udah baikan apa engga ... Inget, lo kemaren habis sakit! Sekarang malah harus jadi panitia event.” Tutur Arga.

'Ah, gitu rupanya.' paham Rafka dalam hati. Pemuda itu meringis kecil seraya mengingat kembali perihal kejadian tadi malam. “Gue udah baikan Ga, kalo lo lupa, lo sendiri yang ngobatin kemaren.”

Arga mengangguk pelan kemudian. “Kalo capek nanti langsung ke medis aja, jangan dipaksain!”

“Iya iya!”

“Lo udah sarapan kan tadi?”

“Udah.”

“Obatnya?”

“Iya, gue udah minum.”

“Terus?” Jeda Arga sejenak. Dia amati Rafka dengan seksama. Lelaki bersurai merah muda itu sesekali melihat ke arah arlojinya lalu bergantian mengamati sebuah berkas yang ada dalam dekapan kedua tangannya. “Lo lagi sibuk? Jadi panitia bagian apa?”

“Panitia acara. Enggak juga, soalnya masih jam jam pesertanya ngedesain kalo sekarang. Palingan cuma disuruh ngawasin aja, tapi bukan bagian gue. Ada anak lain.” Jawab Rafka.

Arga membulatkan bibirnya sebagai isyarat tanda dia mengerti dengan penuturan Rafka barusan.

Ketika akan mengeluarkan suara kembali, sayang bibir yang sudah terbuka itu harus menutup lagi lantaran ada suara lain yang menginterupsi dari arah depan. Arga ikut memperhatikan seseorang yang disapa Rafka ramah sesaat yang lalu itu dalam diamnya.

Hingga ketika pasang netra mereka bertemu, Arga ikut tersenyum sebagai bentuk balasan saat kakak tingkat yang berada dalam satu UKM yang sama dengan Rafka itu menyapanya dengan senyuman hangat.

Rafka dan lelaki itu lalu berbincang-bincang setelahnya. Lantas, Arsen teringat akan tujuannya tadi datang menghampiri Rafka. “Oh iya Raf, tadi Ara bilang ke gue kalo ketemu lo, disuruh cepetan balik ke lab.”

“Iya Bang, bentar lagi gue juga ke sana. Makasih udah bilang ke gue.”

Lelaki yang lebih tua satu tahun darinya itu mengangguk. “Kalo gitu gue duluan ya? Soalnya lagi bawa undangan.” Ujarnya dan kini mulai mengarahkan kepalanya pada seseorang di dekat lampu taman tak jauh dari gazebo tempatnya saat ini.

Rafka ikut melihat ke arah depan sana. Dengan jelas dapat dia lihat seorang lelaki bersurai hitam pekat berdiri menyandar tiang lampu di sebelahnya. Wajahnya tidak terlihat terlalu jelas karena posisinya saat ini yang sedang menunduk ke bawah.

“Siapa Bang?” Tanyanya karena didorong rasa penasaran.

“Kenalan gue, namanya Bang Dean.”

Tak lama setelah itu Bang Arsen menepuk sebelah bahu Rafka lalu berpamitan pergi untuk menghampiri lelaki di dekat lampu taman tersebut. Mereka berbincang singkat lantas mulai melangkah pergi meninggalkan area taman menuju ke arah gedung fakultas.

Saat menoleh ke samping, ternyata dia dapati seorang Argantara yang terfokus pada arah depan. Setelah dia telusuri, arah pandang Arga tepat mengarah pada dua orang pemuda yang sesaat lalu dia perhatikan sebelum teringat kalau Arga masih berada di sampingnya. Kedua alis Putra Argantara itu sedikit mengerut ketika dia amati dengan seksama.

Rafka perhatikan bergantian antara Argantara dan Bang Arsen beserta temannya tadi sampai dua orang laki-laki itu menghilang di tikungan gedung kampus.

“Arga!” Panggil Rafka membuat fokus Arga kini teralih ke arah dirinya. Dia penasaran. “Lo kenapa deh liat sampe segitunya?” Tanyanya.

Dengan cepat Arga lalu menggelengkan kepalanya dan tersenyum kecil, “Bukan apa-apa.” Jawabnya. “Gih sana lo kan masih jadi panitia sekarang.” Lanjut Arga ketika teringat keadaan Rafka saat ini.

“Gak usah mikirin gue, lagian sebenernya gue emang mau mampir sini ... sama kepo hehe,” Lanjut Arga lagi. “Lo kalo capek nanti langsung ke medis aja! Awas lo kalo sampe ada apa-apa!”

Rafka berdecak. “Iya iya bawel amat sih lo!” Ujarnya disertai perasaan agak jengkel. “Yaudah gue mau balik ke lab. kalo gitu.” Pamit Rafka setelah itu.

Arga menjawabnya dengan deheman singkat, lalu dia perhatikan punggung Rafka yang mulai berjalan menjauh dari tempatnya sekarang. Argantara jadi teringat sesuatu yang lalu. Dia merasa tidak begitu asing. Namun dia juga tidak terlalu paham betul apa yang dirasakannya sesaat tadi. Atau mungkin hanya perasaannya saja?

'Tau ah.'