'Gue suka sama lo, Rafka'


Hari ini Arga mendatangi apartemen Rafka dengan tujuan mengajak pemuda manis itu untuk jalan-jalan, dia tidak bilang-bilang dahulu pada Rafka karena ini sebuah kejutan.

Tapi ketika sampai dia hanya melihat Rasya seorang diri tengah menonton televisi yang menampilkan kartun. Arga merasa aneh tapi ketika dia menanyakan pada Rasya kalau Rafka dimana, bocah itu bilang jika Rafka tengah pergi sebentar.

Segera saja Arga membuka room chatnya dengan Rafka menanyakan keberadaan lelaki itu dimana tapi jawaban pemuda tersebut adalah di apartemen.

Arga marah tentu saja, Rafka membohonginya. Bagaimana Rafka tega meninggalkan Rasya seorang diri.

Ini bukan kali pertama Rafka berbuat seperti ini.

Selama ini keduanya menjaga Rasya bergantian, jika Rafka ada kelas Arga yang menjaga begitupun sebaliknya. Tapi pernah suatu hari Arga yang menjaga Rasya, karena dia mendapat pesan bahwa Rafka hari ini ada kerja kelompok, untung saja dia tau password apartemen Rafka.

Rafka pulang sekitar jam 8 an. Arga tengah menimang-nimang Rasya untuk tidur, jadi ketika Rafka pulang Arga langsung menyambutnya. “Lo kemana aja?”

Raut muka Rafka terlihat gusar. Tangannya saling bertaut, ia takut melihat mata Arga walau lelaki tersebut tidak menatapnya tajam. “Gue baru kelar kerja kelompoknya”

“Tapi lo balik malem banget”

Rafka sebenarnya merasa bersalah telah membohongi Arga tapi ia takut pada amukan pemuda tersebut. “Maaf”

“Rasya udah tidur, gue mau balik dulu ya”

Dia akan menunggu Rafka sampai lelaki itu pulang. Arga memutuskan malam ini ia akan menginap.


Berjam-jam Arga menunggu Rafka sampai waktu menunjukkan pukul 10 malam. Rasya sudah tertidur dari tadi, Arga hanya khawatir.

Sekarang ia tengah mengkhawatirkan pemuda itu dimana tapi sebuah ketukan pintu membuatnya bangun dan memeriksa siapakah itu.

Dilihatnya Rafka yang sudah mabuk dan diantar oleh Ara membuat amarah Arga naik, tetapi pemuda itu menahannya. Dia tidak boleh kelepasan seperti kali terakhir.

Arga ingin mengambil alih Rafka dari Ara dan menyuruh perempuan itu pulang. Tetapi Ara malah memaksa untuk masuk.

Tidak ingin memperpanjang masalah, Arga hanya membiarkan keduanya masuk, meskipun ada rasa tidak nyaman yang dia rasakan.

“Kalian dari mana?“tanya Arga begitu Ara selesai mendudukkan Rafka disofa.

“Party temen gue. Lo sendiri ngapain diapartemen Rafka?“tanya Ara dengan tatapan sinis yang ditujukan kepada pemuda tinggi itu.

“Ketemu Rasya, yah seenggaknya sebelum gue tau kalau Rafka ninggalin Rasya sendirian buat ketemu sama lo” ucapan Arga membuat Ara mengerutkan keningnya.

“Ada masalah apa sebenarnya lo selalu melarang Rafka ini itu? Lo siapanya? Cuman temen kan? Selama ini, lo jelas-jelas tahu. Rafka suka sama lo. Cinta sama lo. Tapi lo aja bahkan gak ngasih dia kepastian kayak gimana?! Mikir gak sih lo? Punya hak apa lo ngelarang dia ini itu?“ucap Ara emosi dan menarik nafas perlahan sebelum melanjutkan kembali perkataannya.

“Hanya karena lo pikir Rafka suka sama lo, lo jadi punya hak gitu buat ngurusin hidupnya dia? Lo tau jelas dia gak nyaman dan nyari gue. Ini yang terakhir. Kalo lo masih gak ngasih Rafka kepastian. Gue saranin ngejauh deh. Biarin gue yang masuk dan jagain Rafka.“ucap Ara dan langsung berlalu darisana tanpa menunggu jawaban sang Argantara. Dia tidak yakin bisa menahan dirinya untuk tidak membentak Arga jika dia terus tinggal disana.

Arga diam mematung. Memikirkan perkataan Ara. Benar. Pemuda bersurai hitam itu tersenyum miris. Ada hak apa dia dalam hidup Rafka?

Arga beralih menatap Rafka yang sedang tertidur dengan posisi duduk disofa. Argantara membawa dirinya mendekati Rafka dan berlutut dihadapan lelaki itu.

“Rafka sebenarnya gue kenapa... Sebelumnya gue gak pernah seceroboh ini. Tapi lo hadir. Lo dateng dan ngebuat seluruh dunia gue jadi abstrak.

Gue gak suka lo sedih. Gue udah janji bakalan terus sama lo disaat lo sedih. Tapi gue gak sadar, gue adalah alasan dibalik itu. Gue ngerusak itu lagi. Kesempatan gue apa udah hilang, Raf?

Gue suka sama lo. Gue sangat suka sama lo Ravian Rafka.”

Untuk pertama kalinya, Arga mengatakan yang sebenarnya dia rasakan selama ini.