Kakak Sepupu Datang


Malam hari yang lumayan tenang, dan waktu yang masih dikatakan cukup luang. Rafka sudah duduk nyaman di sofa depan televisi yang ada di ruang tengah. Mengisi malam hari yang cukup panjang itu dengan niat hati ingin menonton film pada salah satu aplikasi dalam tv kabel tersebut yang sekiranya menarik minatnya.

Tangan kirinya yang tadi menggenggam segelas teh hijau dingin, kini gelas keramik itu sudah berlabuh rapi di atas meja kaca bening yang berada tepat di depan sofa berona putih gading.

Rafka amati satu persatu poster film yang ada di tampilan layar sana. Tangannya terus saja bergerak menekan satu titik yang sama pada remote control di genggamannya. Tak lama, pilihannya jatuh tepat pada sebuah film bergenre science fiction yang jika dilihat dari segi ringkasan cerita singkatnya; serta didukung oleh posternya yang menarik di mata, sepertinya film ini harus diberi waktu sejeda untuk dituntaskan malam itu juga.

Selang beberapa menit filmnya berjalan, dahaga mulai sedikit Rafka rasakan. Dia ambil gelas di atas meja dan meneguk sedikit isinya. Ketika tangannya sudah kembali meletakkan keramik tersebut ke tempat semula, ponsel yang juga ada di atas meja kaca itu bergetar akibat adanya notifikasi masuk dari aplikasi chatting berwarna hijau yang terpampang jelas di sana.

Rafka ambil dan ketikkan beberapa kombinasi angka untuk membuka layar terkunci ponselnya. Ternyata, pesan itu dari saudara sepupunya yang bertanya tentang di mana dia berada.

Mulanya memang biasa saja, tapi pesan terakhir dari kakak sepupunya itu yang buat dia terkejut luar biasa. Bagaimana tidak coba? Tiba-tiba saja Koh Wira bilang dia sudah dalam perjalanan ke apartemennya, sedangkan tidak ada pesan pemberitahuan sebelumnya yang mengatakan laki-laki itu mau berkunjung ke tempatnya.

Sebenarnya bukan masalah apa, tapi yang jadi pusat pikirannya saat ini adalah tentang bagaimana keadaan apartemennya. Memanglah tertata rapi, tapi rasanya kalau ada kunjungan dadakan seperti ini tetap saja ada selayang panik yang menyerbu lingkup sanubari.

Rafka palingkan pandangan ke kanan dan kiri. Sepertinya kegiatan bersih-bersih dadakannya harus segera dimulai.

Cukup lama dia sibukkan diri di area ruang tengah itu, sampai akhirnya bel apartemennya berbunyi, yang artinya Koh Wira sudah sampai sini. Kakinya ia langkahkan ke arah pintu depan dan dibukanya untuk kemudian berkata pada yang lebih tua agar menyuruhnya masuk.

Tujuan pertama yang dihampiri sang kakak adalah kulkasnya yang ada di dapur. Dibukanya pintu besi yang penuh tempelan magnet itu dan mulai melayangkan beberapa kalimat tegur.

“Rafka, kenapa kulkas isinya minuman bersoda semua?!” “Itu isinya kok kebanyakan makanan instan semua?! Kamu gak makan nasi?!” “Baru seminggu Koko gak kontrol udah gini?!” “Koko bawain bahan makanan, malam ini Koko mau masak, biar kamu makan makanan sehat! Jangan makan mie instan dulu!”

Dan beberapa kalimat lain yang masih harus masuk melewati daun telinganya. Rafka cuma meringis pelan mendengarnya, atau hanya mengiyakan saja dengan anggukan.

Akhirnya malam itu ia habiskan berdua dengan kakak sepupunya, ditemani masakan buatan sang kakak dan juga kalimat-kalimat wejangan buat dirinya untuk diingat di hari-hari yang akan datang selanjutnya.

Selepas kepergian Koh Wira, Rafka tutup pintu depan apartemennya. Dia ingat kalimat terakhir yang diucapkan sang kakak sebelum pergi dari hadapan dia, 'Gak boleh begadang, gak baik buat kamu!' 'Habis Koko pulang dari sini pokoknya harus langsung tidur!' 'Jangan lupa cuci muka sama kaki!' 'Koko pulang, kapan-kapan datang ke sini lagi.'

Rafka berjalan ke arah kamarnya, dan melakukan semua yang sudah diperintahkan kakak sepupunya itu setelahnya.