Less Hope


Rafka terburu meninggalkan ruang kelas itu tak lama setelah dosen mata kuliah fotografi praktikum yang sesaat lalu mengajarnya sudah menghilang di balik pintu masuk berwarna putih.

Arga yang baru saja akan berdiri dari tempatnya duduk, dia melihat pemuda berperawakan kecil tersebut hampir melangkahkan tungkainya keluar dari pintu di depan sana segera saja disusulnya cepat.

“Rafka!” Panggilnya.

Rafka menoleh ke asal sumber suara tadi. Dilihatnya Arga di belakang sana yang kini dalam perjalanan menuju ke arahnya. Dua lelaki itu saling berhadapan kemudian.

“Kenapa?” Tanya Rafka pada seseorang di hadapannya saat ini.

“Lo mau ke mana? Kok keliatan buru-buru amat?”

“Mau ada kumpul ukm dulu bentar.”

Arga ketika mendengar itu, suaranya seperti tertahan pada pangkal lidah. Dia pandangi lelaki di depannya dengan sorot mata yang kian melemah. Hatinya pada saat ini entah kenapa menjadi sedikit goyah.

“Oh...” Suaranya akhirnya. Arga mengambil nafas sekali. Berat udara itu ketika dihembuskan keluar dari hidungnya. “Raf, lo nggak lupa kan kalo kemarin gue ngajak lo ke rumah sekarang?”

“Gue nggak lupa kok Ga...” Jelasnya. “Tapi gue kumpul ukm dulu sekarang, maaf ya... Soalnya tadi gue juga dikabarin dadakan sama Ara. Entar gue nyusul deh ke rumah lo, sharelock aja nanti.” Pinta Rafka kemudian. Matanya melirik pada jam yang melingkar di tangan kirinya dan kembali memandang lelaki berhoodie biru di depannya itu. “Gue duluan ya, biar cepet juga selesainya.”

Putra Argantara itu mengangguk menanggapinya. “Iya, hati-hati. Entar gue sharelock.”

“Thanks Ga.” ujar Rafka disertai senyuman kecil yang terbit dari bibir tipisnya. Kini pemuda bersurai merah muda itu mulai melangkah meninggalkan Arga di belakang sana.

Tak lama setelah kepergian Rafka, Arga seperti merasakan adanya sebuah kehadiran lain di dekatnya. Saat dia menoleh ke samping, ternyata Surya Adilansah sudah melabuhkan lengan sebelah kanannya bertumpu pada bahu kiri dia. Pandangan temannya itu tertuju lurus ke depan sana, tempat di mana Rafka yang masih terlihat bayang punggungnya semakin menjauhi area kelas praktikum dan menghilang di balik tikungan arah menuju tangga.

“Lo gak ngundang Rafka? Kok dia pergi duluan?” tanya Surya setelah menoleh ke arah Arga yang ada di samping kanannya.

“Ngundang... tapi dia kumpul ukm dulu, entar nyusul.”

Surya hanya menanggapinya dengan mulut yang membentuk vokal O.H. tanpa suara.

“Yaudah ayo berangkat.” Ajak Arga lalu segera pergi meninggalkan Putra Adilansah itu terlebih dahulu yang tak lama disusul oleh sang empu yang kini sedikit menggerutu.

“Weh tungguin gue.”


Rafka baru saja sampai pada sebuah ruangan sesuai dengan yang sudah dijanjikan. Terlihat di sana sudah ada panitia inti dari sebagian anggota UKM-nya yang kini tengah menyelenggarakan event tentang pameran seni untuk beberapa hari ke depan.

“Maaf bang terlambat, baru kelar kelas soalnya.”

“Iya gapapa Raf.” Jawab ketua pelaksana acara itu. Arsenio namanya. Kakak tingkat yang berada satu tahun lebih tua diatasnya.

“Bang.” Panggil Rafka

“Iya, kenapa Raf?”

“Lama gak kira-kira rapatnya?”

“Waduh... gue kurang tau juga, tergantung kitanya aja sih nanti... Kenapa emang?”

“Gue mau ada acara soalnya...” Jelas Rafka dengan nada suara yang dia buat sedikit melemah.

Pemuda bernama Arsen itu mengangguk paham setelahnya. “Oke deh, kalo gitu, ini udah dateng semua kan? Kita mulai aja biar cepet selesai.”