Night With Brother


Jam telah menunjukkan pukul lima sore dimana hari telah beranjak petang. Rafka yang tadinya sibuk berkutat di kampus untuk menyelesaikan mata kuliah dan beberapa kegiatan pun memutuskan untuk beranjak pulang.

Rafka dengan menaiki mobilnya menyusuri jalan menuju apartemenennya sembari melihat jalanan yang cukup padat akibat dari banyaknya pedagang yang mulai membuka lapak di pinggir jalan.

Sesampainya Rafka didepan unit apartemennya Rafka mulai memasukkan pin apartemennya.

Saat pertama kali masuk yang pertama kali Rafka lihat adalah sosok lelaki manis yang duduk disofa dan melempar senyum kepadanya. Rafka terkejut tentu saja, lelaki itu adalah Wira─sepupunya.

“Lah lo kapan dateng?” Rafka langsung mengarah pada Wira yang sedang duduk disofa “Udah dari jam 3 tadi gue disini ternyata lo belum pulang, sini peluk kasih gue pelukan”

Rafka pun segera masuk ke pelukan Wira, sejujurnya dia sangat rindu dengan sepupunya ini.

“Lo sebulan gak nengokin gue koh, dateng-dateng malah gak ngabarin. Lo pikir gue nih apaan hah?!“omel Rafka membuat Wira menyemburkan tawanya mendengar ucapannya.

“Koh lo disini mau nginep apa langsung pulang?”tanya Rafka.

“Tega banget masa gue baru dateng udah ditanyain kapan pulang? Nggak suka banget lo gue kesini?”ucap Wira dengan wajah memelas yang dibuat-buat.

“Ish bukan gitu koh, aduhh jadi salah ngomong. Gue seneng kok lo disini cuma memastikan aja sih pulang apa enggak”ucap Rafka. Wira tersenyum mendengar ucapan sepupunya itu. Dia tahu Rafka merasa kesepian, tapi mau bagaimana lagi. Dia sudah mendapat pekerjaan tetap, jadi agak susah jika ingin rutin mengunjungi Rafka.


Mereka berdua baru saja selesai makan dan duduk menonton tv berdua.

“Eh gue tadi ngecek lemari makanan lo, tumben banget ada bahan makanan, dan lagi sayuran??“tanya Wira begitu mengingat hal yang membuatnya begitu penasaran daritadi.

“Kemarin gue habis masak bareng temen, terus sebelum masak kita belanja tapi karena yah belanjanya bareng nyokap temen gue. Lo tau lah yah gimana.”Wira mengangguk menanggapi apa yang diucapkan oleh Rafka. Terbesit ucapan syukur dalam hati wira bahwa Rafka punya teman yang baik dan juga Bunda temannya yang memperhatikan Rafka.

“Nama temen lo siapa?”

Pertanyaan Wira membuat Rafka terkejut. Biasanya dia tidak menanyakan pertanyaan seperti ini, tapi dengan tenang Rafka menjawab pertanyaan yang diberikan Wira. “Arga”

Wira terlihat berpikir sebentar saat merasa nama itu tidak asing ditelinganya.

“Arga..? Ah temen baru lo itu?”

“Heh? Kok tau?” Rafka semakin terkejut, pasalnya dia belum bercerita apapun mengenai Arga pada sepupunya ini.

“Tau lah, lo pikir gue gak ngawasin sosmed lo? Crush lo kan? Yang bikin lo sampai minum terus-terusan, sok-sokan mewek lagi. Alay” Perkataan Wira itu memang singkat, padat, jelas, dan tentu saja langsung masuk dihati.

“Tega amat sama adek sendiri”

“Emang bener kan? Gue udah lama penasaran dia tuh sehebat apa sampai bikin lo, seorang Ravian Rafka Malverino bisa sebegitunya cuman karena ngerasain one-sided feeling.“ucap Wira begitu penasaran.

'Lo gak tau aja sehebat apa si Argantara, koh' Rafka berkata dalam hati. Dia tidak sebodoh itu untuk mengatakannya secara langsung jika tidak ingin diejek selama beberapa tahun kedepan.

“Heh, kok diem?”

“Ish, ngapain juga sih nanya-nanya masalah itu. Tanyain kek hal lain gitu, gue ngapain beberapa hari ini atau apa gitu” Rafka memasang wajah cemberutnya

“Iya deh iya deh. Suka banget lo ngalihin pembicaraan emang”ucap Wira sembari bersandar pada sandaran kursi.

Keduanya diam sejenak. Wira mencoba memberi ruang bagi Rafka agar tidak terkesan memaksa.

Saat ini Wira hanya ingin membangun obrolan yang santai dan tidak menyudutkan. Jadi untuk pembahasan tentang patah hati rafka dan tentang Arga nanti saja dibahasnya.

Toh Wira yakin, Rafka akan menceritakannya sendiri jika dia siap. Rafka itu tipe yang tidak bisa menyimpan segalanya sendiri. Setidaknya itu yang dia tahu.

“Oh iya Tante Cindy sama Om Yoga katanya kangen banget sama lo. Udah beberapa hari lo gak hubungin mereka?”

“Mana ada mereka kangen sama gue? Kalau kangen mah yaudah pulang terus anaknya ditengokin”

Wira menggelengkan kepalanya dan memukul lengan Rafka pelan karena berbicara seperti itu.

“Orangtua lo itu astaga. Dan lagi denger dulu gue belum selesai bicara, mereka rencananya mau pulang tapi nggak tahu mau kapannya pokoknya secepatnya”

Rafka yang mendengarnya kembali berpikir tentang orang tuanya.

“Oh mau pulang” jawab Rafka seadanya itu membuat Wira menaikan alisnya. “Lo gitu amat responnya? Tadi lo sendiri yang bilang pengen mereka pulang”

“Mau gimana emang ? Harus sambil teriak YEAYY MAMA PAPA GUE PULANG, gitu?“ucap Rafka sarkas, Wira menjadi semakin bingung dibuatnya

“Udah sering kali mereka berdua bilang mau pulang tapi pasti nggak jadi terus. Mereka pikir gue masih anak-anak? Yang kalau dijanjiin sesuatu gitu dan dikecewain bakalan mikir gak apa-apa? Haha lucu banget gue selalu dibuat seneng sebentar terus kecewa lagi” Dan cukup, Rafka sudah tidak bisa menahan cairan yang saat ini mengalir dipipinya. Dia sudah tidak bisa membendung kesedihannya.

“Gue capek, gue kangen sama mereka tapi mereka nggak pernah hadir. Gue tahu mereka sibuk dan selalu usahain buat hubungin gue. Tapi, gue pengen banget mereka ada disini. Disamping gue, nggak harus setiap hari kok gue cuma AKH! Gue kangen mereka─hik─Gue beneran kangen.”

Rafka menangis keras dan mengeluarkan semua yang sudah dia tahan. Wira langsung memeluk Rafka membawa Rafka pada pelukan hangatnya. Wira juga sedih dia merasa ikut menyakiti Rafka.


Suasana menjadi sunyi dengan hebusan angin malam yang dingin dilar seolah menyetujui akan perasaan Rafka saat ini.

Rafka yang berhenti menangis mulai melepas pelukan mereka berdua. Rafka duduk dengan mengelap air mata yang berada di pipi. Wira segera memberikan air putih di dekat nakas pada Rafka.

“Nih, lo minum air dulu” Rafka mengambil air tersebut dan meninumnya. “Thanks, koh udah mau dengerin gue, lo tahu kan, cuma sama lo gue beneran bisa ngeluarin semuanya”ucap Rafka sembari menatap Wira dan menyunggingkan senyum tanda dia sudah baik-baik saja.

“Gue disini buat jagain lo dan jadi tempat buat lo bersandar. Jadi jangan ragu buat cerita ke gue ya anytime lo bisa telfon kokoh buat cerita okay, sini peluk lagi terus lo tidur gih”

Rafka pun mengangguk dan kembali merengkuh sepupunya didalam pelukan hangat. Rafka merasa kembali.