Ragu & Rindu


Sesampainya mereka dirumah Arga. Bunda langsung berjalan menuju arah meja makan yang langsung terhubung dengan dapur, diikuti Arga dan Rafka yang langsung menaruh belanjaan.

Perempuan setengah baya itu melihat kedua pemuda yang sedari tadi hanya diam menatap kearahnya. “Gimana kita langsung masak aja? Arga bantuin bunda ya”ujar perempuan tersebut.

“Baik bunda sip”

Keduanya mengeluarkan barang belanjaan yang tadi dibeli. “Mau masak apa bunda?” tanya Arga.

“Kita kan beli pasta ya, mau bikin pasta aja?”

“Yaudah bun”

“Rafka mau pasta yang kayak gimana?“tanya bunda. Rafka terdiam, otak dia tidak memproses apapun pikiran dia teralihkan, dia teringat akan sesuatu.

“Bunda, Rafka mau pasta carbonara boleh?”

“Boleh dong sayang, Arga kita punya susu sama keju kan?”

“Punya”

Selanjutnya mereka dibagi tugas. Bunda yang akan memasak, Arga bagian memotong daging dan karena berhubung Rafka tidak terlalu mengerti masalah dapur dia kebagian untuk membereskan meja yang akan dipakai untuk makan.

Ketiganya mengerjakan pekerjaan masing-masing dengan serius, atau terkadang bunda akan menanyakan keadaan Rafka sehari-harinya bagaimana.

“Rafka imut, nanti kalau capek istirahat aja. Kamu pasti capek kan kuliah seharian? Nanti biar Arga aja yang ngerjain itu”ucap sang Bunda membuat protesan keluar dari mulut Arga

“Yang anak bunda siapa?” ucap Arga dengan nada cemburu. Rafka tertawa lalu ia beranjak dan berjalan kearah bunda berada.

“Rafka juga anak bunda sekarang” membalas ucapan Arga lalu Arga duduk dan langsung memotong daging dengan sedikit keras.

Rafka terdiam melihat interaksi ibu dan anak didepannya. Ah dia jadi merindukan mamanya.

Arga yang menyadari keterdiaman Rafka langsung menoleh kearah lelaki itu. Dia terlihat sedikit sedih, Arga tidak tahu kenapa tapi Rafka sepertinya memikirkan sesuatu hal.

Arga mengambil handphonenya dan melihat Rafka sepertinya sedang asik bermain Twitter. Dia tertawa melihat salah satu cuitan Rafka.

Lelaki itu ternyata merasa tidak enak karena tidak membantu begitu banyak? Imut sekali.

Arga berpikir untuk membalas cuitan Rafka dan mengajaknya bergabung.

Rafka melihat notifikasinya, itu dari Arga. Lelaki bersurai coklat itu langsung menoleh kearah Arga yang juga menatapnya.

Pipi Rafka memerah lucu. Bukan─bukan karena apa-apa tapi karena panggilan dari Arga untuknya di Twitter. Sebenarnya Rafka tidak berbohong, beberapa kali Arga sering memanggilnya dengan panggilan itu. Tapi tetap saja dia tidak bisa terbiasa dengan itu.

“Raf, sini deh entar”panggil Arga membuat Rafka langsung menghampirinya dan memandangnya dengan tanya.

“Bun, nih dia mau diajarin masak”ucap Arga yang dihadiahi cubitan pelan ditangannya oleh Rafka

“Oh Rafka mau masak? Sini sama bunda”

“Tapi Rafka gak pinter masak”

“Ya emang lo pinternya apaan sih?“celoteh Arga membuat sang Bunda menegurnya.

“Biarin aja anak itu, Rafka kamu pernah masak belum?”ucap wanita paruh baya itu dan menarik Rafka mendekat kearahnya.

“Pernah, tapi gagal hehe” Rafka tak bohong kok dia memang pernah memasak walau hanya sebatas mie instan saja, itu termasuk memasak kan ya.

“Sini coba deketan” Rafka berjalan sedikit untuk bisa dekat dengan perempuan tersebut. “Coba kamu bolak balikin pastanya biar nanti bunda mau tambahin susu sama keju”

Rafka mencoba untuk membolak-balikkan pasta tersebut, tangan dia kaku tapi seberusaha mungkin agar pasta tersebut tidak berjatuhan dari wajan.

“Nah bener kayak gitu kamu bisa kok, Rafka” bunda mengelus rambut Rafka. Ada rasa bergetar di dalam hati Rafka ketika bunda mengelus kepalanya lembut, dia ingin menangis dan memeluk perempuan itu tapi yang dilakukan dia hanya tersenyum.

“Kalian jangan mesra-mesraan tanpa Arga dong” suara Arga menghentikan kegiatan mereka berdua.

“Kamu motongnya udah belum?”tanya bunda.

“Udah, Arga gitu loh” mendengar jawaban itu Rafka menatapnya sinis dan Arga kembali tertawa.

“Itu digoreng ya Ga”

“Iya iya bunda cantik~”

Ketiganya memasak bersama, terkadang Arga akan mengeluarkan candaan walau kadang disebut aneh oleh bunda dan Rafka tertawa melihat keduanya interaksi. Dia jadi rindu suasana rumah seperti ini.

“Udah jadi”

Mereka bertiga selesai menata meja makan, dan kini hanya tinggal menunggu ayah Arga yang baru saja kembali dari luar kota.


Kegiatan makan sedari tadi sudah selesai, bunda sedang menyuci piring. Rafka tadi bilang ingin membantunya tapi ditolak oleh perempuan itu katanya tidak apa-apa biar bunda saja.

Sekarang Rafka sedang melihat foto-foto yang memperlihatkan masa kecil pemuda Argantara tersebut. Ada foto dari ia bayi, batita, balita sampai dewasa. Mukanya tidak berubah apalagi senyum diwajahnya tidak sedikitpun berubah dari lelaki itu. Senyuman itu masih sama, masih membuat detak jantungnya berdetak lebih cepat.

Rafka mengambil sebuah foto masa kecil Arga, dengan senyuman, sepertinya itu foto wisuda. Manis, dia tatap foto tersebut sampai tidak menyadari jika sedari tadi Arga menatapnya.

“Hoh”

Rafka terkejut ketika ada suara lain dipendengarannya, dia bisa melihat Arga sedang tersenyum melihatnya. “Serius amat lagi liat apaan sih?”

“Mata lo buta ya Ga?”

“Basa basi” Rafka memutar matanya malas. “Eh gue disana cakep banget ya”

“Iya, lo cakep banget”

Deg

Keduanya terdiam, muka Arga memanas dia tau jika lelaki disampingnya itu menyukainya tapi kenapa di puja seperti itu dia malah salah tingkah.

'Kayaknya ada yang salah sama gue'

“Gue dari dulu pengen banget punya adek. Lo lucu sih waktu kecil, pengen jadi adek gue gak?“tanya Rafka menimbulkan tawa pada Arga.

Rafka menatap yang lebih tinggi bingung, apa yang lucu dari perkataannya?

“Lo mau jadi kakak gue? Kakak adekan nih kita? Serius?“tanya Arga jahil dan mendekatkan dirinya pada Rafka membuat lelaki itu salah tingkah.

“Y─ya emang lo gak mau?”

“Kalau lo mau sih terserah, tapi emang ada adek kakak manggil sayang-sayangan? Hm?“tanya Arga membuat Rafka menatap ke arahnya dengan wajah memerah.

Tanpa berkata apapun, Rafka pergi dari sana dan menuju ke arah bunda. Tentu saja agar Arga tidak menggodanya seperti tadi.

Arga tertawa gemas melihat tingkah Rafka. Saat tertawa, ponselnya berbunyi, notifikasi dari Rafka.

'Kalau jadian mau gak?'

Arga mematung membaca itu. Jadian? Berpacaran? Arga jadi mengingat saat dirinya berada dirumah Rafka dan mengajak lelaki mungil itu berpacaran dengannya begitu saja.

Arga tahu jelas alasan Rafka menolaknya. Rafka tidak yakin pada dirinya. Dan Arga jelas maklum akan hal itu. Dirinya sendiri pun bahkan belum yakin tentang perasaan apa yang dia miliki pada lelaki berkelahiran Maret itu, bagaimana bisa Rafka bisa yakin?

Baru selesai membalas tweetan Rafka. Arga melihat Rafka yang terburu-buru pamit ke bundanya. Dan berjalan kearahnya dengan canggung dan pipi memerah.

'Haha gemes banget. Salting anaknya'

“Kenapa?”

“G-gue balik duluan ya Ga” Rafka pun salah tingkah. Ia buru-buru pergi dari situasi canggung seperti ini. “Pamitan dulu sama bunda”

“Udah, thanks ya Ga udah merhatiin kondisi makan gue dan dibeliin, makasih juga udah ajak gue masak bareng”

“Santai Raf. Hati-hati, sayang”untuk yang terakhir Arga sedikit mengecilkan suaranya. Tapi Rafka tentu saja masih bisa mendengar.

“Ish! Dahlah, gue pulang dulu”kesal Rafka membuat tawa Argantara pecah.

“Hahaha iya, hati-hati”

“Heum”


Rafka sampai di apartemennya dengan membawa kantong berisi belanjaan yang tadi bunda belikan untuknya katanya buat persediaan dirumah.

Ia bawa kakinya ke arah kulkas lalu menyusun semua bahan makanan yang sudah Bunda Sekar pilihkan untuknya. Sembari mengisi kulkas dan lemarinya, Rafka jadi memikirkan orangtuanya.

Tidak. Tidak seperti yang kalian pikirkan, hubungan Rafka dan orangtuanya baik. Orangtuanya sering mengabari Rafka.

Hanya saja mereka terlalu sibuk. Mereka berdua beberapa kali mengajak Rafka untuk ikut pindah ke Singapura karena sudah tahu bahwa mereka akan jarang pulang.

Tetapi Rafka yang menolak. Dia suka di Jakarta. Dan itu sudah cukup menjadi alasannya.

Terkadang Rafka merasa dirinya egois. Tapi apakah salah jika seorang anak hanya ingin melihat orangtuanya rutin pulang? Hanya itu yang Rafka inginkan, apalagi setelah merasakan kehangatan dirumah Arga tadi. Rafka menjadi semakin iri, dia juga ingin bersama mama dan papanya.

Duduk bertiga dimeja makan dan saling bercanda. Apa itu salah?

“Rafka kangen.. Rindu masakan mama, rindu jahilin papa... Cepet pulang”