You're Doing Well


Helaan nafas terdengar dari mulut Putra Argantara. Karena satu masalah yang datang menghampiri saat itu juga.

Sudah berkali-kali dia menghubungi Rafka. Lewat pesan whatsapp maupun direct message twitter, dua aplikasi itu sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda pesannya sudah dibalas oleh pemuda kelahiran Maret tersebut. Rafka benar-benar mengabaikan chat-nya. Bahkan telfonnya juga tidak diangkat. Merasa tak hilang akal, Arga lalu memposting satu cuitan di twitter untuk meminta bantuan pada siapa saja agar mereka dapat menemukan Rafka secepatnya.

Lebih dari dua puluh menit sudah Puta Ravian itu menghilang setelah kelas praktikum fotografi tadi usai, ia dengan terburu langsung keluar dari kelas begitu saja.

Argantara paham. Rafka, anak itu kecewa dan merasa bersalah karena saat melakukan presentasi, dia melupakan satu kalimat yang sebenarnya bisa dibilang sedikit penting.

Tapi menurut Arga itu bukan masalah sama sekali. Karena ia tahu, Ravian Rafka itu pribadi yang cerdas. Terbukti dari ketelatenannya saat menangani alur presentasi yang sedang berlangsung di kelas tadi agar kembali berjalan lancar sampai sesi akhir dari penampilan kelompok mereka. Bahkan, nilai tertinggi mampu diucapkan sang dosen untuk diberikan kepada kelompok lima yang katanya sangat apik dalam merancang konsep serta teknik pengambilan foto yang dihasilkan.

Ini semua berkat kerjasama mereka. Sudah selayaknya mereka merasa bahagia.

Ting~

Bunyi notifikasi yang berasal dari ponsel genggamnya membuat Arga membuka benda itu dengan cepat. Dan benar saja seperti harapannya, ada pesan masuk yang berasal dari Rafka.

| sorry, gue habis dari toilet

Saat melihat isi pesan tersebut, rasanya Argantara ingin melayangkan kalimat umpatan pada Rafka sekarang juga.

Disaat dirinya sedang panik mencari-cari di mana keberadaan Rafka, anak itu dengan santainya mengatakan kalau dia baru saja dari kamar mandi? Yang benar saja? Arga bahkan sudah memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan dilakukan oleh Rafka.

“Arga!”

Seruan yang terdengar membuat Arga menolehkan kepalanya mencari di mana arah sumber suara itu berasal. Dari pasang netranya, ia dengan jelas dapat melihat Rafka menuju ke arahnya disertai lambaian tangan.

“Lo dari mana aja?!” Pertanyaan itu langsung keluar begitu Rafka sampai tepat di hadapannya.

“Gue udah bilang dari toilet, kan?” Rafka menaikkan salah satu alisnya pertanda dirinya kebingungan. Bukannya ia sudah memberitahu lelaki di depannya ini lewat chatting room, ya?

“20 menit di toilet ngapain?” tanya Arga. Jelas terselip nada khawatir pada suara yang ia lontarkan baru saja. Arga hanya terlalu panik dengan situasi yang sedang dihadapinya.

“Ya lo pikir aja gue ngapain, perut gue mules banget daritadi nahan gugup.” ucap Rafka santai.

“Terus tweet-an lo di twitter?”

Mendengar pertanyaan Arga membuat Rafka kembali mengingat kesalahannya pada saat presentasi tadi.

Arga yang melihat perubahan ekspresi pada raut wajah Rafka mengernyit kebingungan.

“Gue ngerasa bersalah banget, Ga. Kita bahkan udah nyiapin itu seminggu sampai lo gak istirahat bikin laporannya. Dan bisa-bisanya gue ngelupain kalimat penting itu. Ga profesional banget, ya?” lirih Rafka.

Arga lalu menyahut dengan cepat, “Raf, mau seberapa pun menyesalnya lo, gak bakalan bikin waktu balik lagi sebelum presentasi. Dengan cara lo ngatasin itu tadi udah profesional banget. Bahkan kita dapat poin tertinggi di kelas kan? Dan lagi, bagi gue lo udah ngelakuin yang terbaik yang bisa lo lakuin, itu aja udah cukup.”

Rafka menundukkan kepalanya, masih merasa bersalah. “Tapi tetep aja...” bisiknya lirih.

Arga yang melihat itu lantas berdecak. Ah, ternyata sedikit susah ya meyakinkan lelaki bersurai terang di depannya ini. “Kalo lo masih nyalahin diri sendiri gini mending gak jadi gue masakin, ya?”

Rafka mengangkat kepalanya cepat, “IH JANGAN GITU!” serunya tak terima. Enak banget main batalin sepihak gitu aja!

“Ya makanya jangan cemberut terus. Senyum dikit kek ke gue!”

“Iya iya.” gerutu Rafka, lalu tak lama mulai menyunggingkan senyumannya untuk Putra Argantara tersebut.

“Ya udah sekarang balik, udah ditungguin yang lain. Gue sama Surya naik motor ngikutin kalian dari belakang.”


Mereka berangkat menuju apartemen Rafka, dengan Arga dan Surya yang menaiki motor. Sedangkan Gladys, gadis itu sudah duduk nyaman di dalam mobil Rafka.

Lembayung pada langit selatan ibukota itu makin terlihat semakin gelap. Beruntung mereka sudah sampai di area apartemen Rafka.

Usai memarkirkan kendaraannya masing-masing, mereka lantas bergegas menuju lantai dua puluh tiga. Ketika sampai di depan unit apartemen Rafka, laki-laki itu lalu mempersilahkan teman-temannya masuk ke dalam.

“Langsung aja ya? Biar gak kemaleman... Lo gak boleh pulang malem malem kan Dys?” tanya Arga kepada gadis satu-satunya di sana.

“Iya, Ga.”

“Ya udah, ayo gue anterin ke dapur. Gladys sama Surya gak usah sungkan ya, anggep aja kayak lagi di rumah sendiri.”

Rafka lalu mengajak Arga ke area dapurnya. “Nih, silahkan memasak Chef Arga!” ujarnya disertai sebuah senyuman lebar.

Arga mendengus, “Lo tunggu di meja makan dong, sekalian temenin gue masak!” pintanya.

“Yes, Chef! Laksanakan!” Rafka berpura-pura mengikuti salah satu adegan pada saluran tv dalam acara ajang memasak yang pernah dilihatnya.

Raganya ia tepikan tak jauh dari tempat Arga mulai melakukan kegiatannya. Rafka duduk pada salah satu kursi pantry, yang mana posisinya dapat melihat jelas bagaimana punggung tegap milik Argantara sedang berkutat mempersiapkan makanan di depan sana.

Rafka diam-diam memotret suasana tersebut lalu mempostingnya langsung pada akun twitter-nya.

Ketika ia sibuk memperhatikan Arga dari belakang, Rafka tiba-tiba teringat kembali kejadian tadi. Sungguh, ia masih merasa bersalah dan tidak enak hati. Rafka terus saja merutuki kebodohannya sendiri. Bisa bisanya ia lupa, padahal sudah disiapkan dari jauh-jauh hari.

Suasananya sangat sepi. Yang terdengar hanyalah suara dari kegiatannya memasak saja. Kira-kira apa yang dilakukan sang tuan rumah di belakangnya saat ini, ya? Kenapa laki-laki itu seperti tidak ada tanda-tanda mau mengeluarkan suara dan mengajaknya berbincang, barangkali?

Sembari masih menunggu mie dalam rebusan air panas itu matang, Arga yang memang merasa penasaran akhirnya ia balikkan badannya. Hal pertama yang dilihatnya adalah Rafka melamun dengan sendok yang dia taruh di mulutnya.

'GEMES BANGET ANJIR!'

Dengan segera Arga mengambil ponselnya lantas memotret satu ringkas keadaan tersebut.

Namun sepertinya ia harus puas dengan kecerobohannya sendiri. Harusnya dia memposting foto Rafka pada akunnya yang lain, tetapi Arga lupa mengganti akunnya terlebih dulu.

Netranya dengan cepat melirik ke arah pantry, ternyata Rafka masih melamun. Beruntung laki-laki itu tidak menyadari hal apa yang baru saja dilakukannya. Arga buru-buru menghapus postingan itu sebelum yang bersangkutan mengetahuinya.

Karena Rafka belum juga sadar dari lamunannya, Arga berinisiatif mengajaknya bicara.

“Hei..” panggilnya.

“Eh? Kenapa?” jawab Rafka. Dia sedikit terkejut.

“Kenapa ngelamun? Masih mikir yang tadi?” Ada jeda sejenak untuk Putra Argantara itu menghela satu tarikan nafas. “Gak usah dipikirin Rafka! Lo jelek kalo cemberut kaya gitu!”

“Ish, enggaaa...” protes Rafka.

“Daripada mikirin hal itu, mendingan lo panggilin Surya sama Gladys. Mereka pasti ngegabut doang, mending di sini sekalian ngobrol bareng.”

“Okay, wait ya...” seru Rafka. Baru saja dia ingin beranjak dari duduknya untuk memanggil dua orang di ruang tengahnya itu, ternyata keduanya sudah berjalan duluan menuju dapur dengan Gladys yang mengomel dan berjalan lurus ke arah Arga.

“Woy! Gue ngeliat tweet-an lo! Pantesan masaknya lama... Gue udah laper nih bos!” protes Gladys membuat Rafka tertawa kencang dan Arga langsung meminta maaf untuk itu.

Setelah beberapa menit berlalu, kini masakan buatan Arga sudah jadi. Keempat remaja tersebut lalu berjalan ke arah ruang tengah dengan membawa barang bawaan masing-masing di tangan.

Saat semua sudah tertata rapi di atas meja, mereka lalu duduk mengelilingi meja kaca tersebut. Kata Surya, makannya sambil lesehan aja, lebih enak soalnya.

Mencerminkan anak kosan sekali, ya?

“SELAMAT MAKAN!” sorak Gladys dan Surya. Mereka langsung memakan masakan yang sudah Arga buat hingga membuat sang empunya tersenyum bangga.

Arga melirik ke arah Rafka yang masih memainkan ponselnya setelah memotret makanan yang Arga buat.

“Berhenti dulu main hp-nya... gue udah capek capek masakin lo ini...” Perkataan Arga membuat Rafka menoleh ke arahnya dan tersenyum sembari mengucapkan kata maaf.

Tangannya bergerak mengambil piring yang sudah disediakan oleh Arga. Seharusnya ia yang menyediakannya, tapi nyatanya Argantara lebih cepat dalam bertindak.

Rafka mengambil suapan pertamanya dan itu membuat Arga sedikit banyaknya merasa gugup. Padahal dia tidak sedang mengikuti ajang lomba memasak.

“Gimana?” tanya Arga dengan gemuruh hati yang bisa dibilang sangat berisik. Ia was-was menanti tanggapan apa yang akan diucapkan Rafka mengenai masakannya.

“ENAK! Lo kok bisa pinter masak sih?” seru Rafka lalu kembali mengambil suapan lainnya dengan bersemangat.

Arga yang mendengar itu kini tersenyum lega, setidaknya usahanya tidak sia-sia.

“Gue gitu loh!” Bangga seorang Argantara.

Rafka merotasikan matanya mendengar ucapan Arga. Akan tetapi, matanya malah tidak sengaja menangkap bagaimana cara Surya makan.

“GEMES BANGET!” teriak Rafka membuat kedua orang lainnya menoleh ke arahnya. Ngomong ngomong Gladys izin ke kamar mandi beberapa saat lalu.

“Lo kenapa?” tanya Arga.

“Lihat dong, si Surya makannya imut banget! Surya pipinya kenapa bisa melar gituuu ih gemeesss!” ujar Rafka heboh.

Kali ini Arga yang merotasikan matanya mendengar perkataan Rafka.

Memangnya apa yang imut dari cara Surya makan? Arga rasa biasa saja. Kenapa lelaki yang lebih kecil darinya itu malah melebih-lebihkan?

“Surya lo gak mau nginep?”

CCIIIITTT

Suara gesekan antara piring keramik dan garpu yang sangat keras itu mengalihkan perhatian Rafka, Surya, serta Gladys yang baru saja kembali dari kamar mandi.

Ting~

Arga menatap ponselnya yang berbunyi lalu menatap Rafka.

“Lo kenapa harus negur lewat twitter? Gue di sebelah lo? Gak mau ngajak gue ngomong?” tanya Arga beruntun.

“G-gak gitu... YA LO-NYA JUGA JANGAN SEREM SEREM! Kenapa sih sensian mulu?!” cibir Rafka.

“Lo berdua dikit-dikit ribut, awas bentar lagi kawin lo,” ujar Gladys asal.

“GAK ADA!” sentak Arga dan Rafka bersamaan yang mana hal itu membuat Surya terbatuk seketika. Dengan cepat tangannya meraih segelas air putih lantas meneguknya.

“Bikin kaget anjir!” tegur Surya pada dua orang di depannya setelah keadaannya dirasa sudah kembali baik-baik saja.