Naraversal


Siang ini jadwal kuliah Arga diawali oleh kuliah materi fotografi. Seperti biasa, dia memilih duduk di kursi paling belakang bersama teman-temannya yang lain.

Semakin lama waktu berlalu, semakin bosan yang dirasakan Putra Argantara itu. Dia edarkan pandangan ke samping kiri, lalu ia dapati seorang Surya Adilansah yang sudah terlelap ke alam mimpi.

“Yeuuu.... Tukang molor.” Bibirnya berdecak sekali. Lantas berkeluh kesah sendiri. Masalahnya niat awal Arga mau mengajak Surya berbincang untuk menghindari rasa bosan, tapi sepertinya dia harus pupus harapan. Surya kalau jiwanya sudah terbang bebas dibawa angan, sulit untuk dibangunkan.

Lagi, Arga mengeluh untuk kesekian kali. Dilihatnya ke arah ponsel yang menampilkan layar hitam. Rasa ingin memainkan benda persegi panjang itu kian bertambah besar.

Argantara lirik sekilas ke arah Dosen yang sedang menjelaskan materi di depan sana. Aman, pikirnya.

Jemarinya lihai membuka sosial media berlogo burung putih dengan warna biru membingkai sekeliling icon aplikasi. Dia ketik satu cuitan untuk mengungkapkan rasa bosannya saat ini.

Tidak ada yang menarik. Beranda twitternya juga itu-itu saja. Meski begitu, Arga putuskan tetap pada tempatnya; buka tutup aplikasi sosial media lain. Lumayan katanya buat mengikis rasa jenuh yang sedang datang menghampiri.

Cukup lama dia fokus ke arah ponsel miliknya, sampai akhirnya kegiatannya memainkan benda tersebut terhenti karena suara mic di depan sana yang berbunyi, “Materi kita hari ini cukup sampai di sini. Sampai bertemu kembali minggu depan.

Arga bersorai dalam hati. Dibangunkannya cepat-cepat temannya itu, “Surya, bangun woy! Udah selesai kelasnya!”

Putra Adilansah masih mengumpulkan sisa-sisa nyawanya yang belum terkumpul, tapi suara di dekatnya itu sudah dapat dikatakan kelewat berisik. “Sabar Ga, gue baru bangun tidur anjir.”

“Lama lo! Buruan, gue pengen cepet-cepet tiduran.”

Tanpa menunggu lama, Arga langsung saja pergi lebih dulu meninggalkan Surya yang baru saja berdiri dari tempat duduknya.

Langkahnya cukup cepat menuju parkiran. Sampai ketika ia sampai di depan motor miliknya, dia rogoh saku celana belakang untuk meraih sebuah kunci yang disimpannya di sana.

Tapi, kosong....

Berulang kali juga Argantara memastikan kembali pasal benda kecil yang siang tadi memang ditaruhnya di bagian saku belakang celana jeansnya. “Lah kunci motor gue mana?”

“Kenapa lo?” Surya yang baru saja sampai di parkiran, langsung saja melayangkan sebuah tanya usai melihat gelagat temannya itu yang seperti tengah mencari sesuatu.

“Kunci motor gue ilang.”

“Kok bisa njir?”

“Tadi gue taruh di saku belakang, tapi pas gue cari gak ada.”

“Jatoh kali pas ke sini tadi.”

“Terus gimana sekarang?”

“Ya dicari lah, pinter.”

Saat dua anak adam itu mau menyusur langkah kembali untuk mencari jejak di mana hilangnya kunci motor Argantara, ponsel milik Surya bergetar menandakan adanya notifikasi masuk. Dilihatnya layar persegi panjang tersebut untuk menemukan akun twitternya yang ditandai dalam sebuah postingan orang lain.

“Kenapa?” Tanya Arga.

“Eh, Ga. Ini ada temen nge-tag akun twitter gue di postingan orang lain. Keknya dia yang nemuin kunci motor lo deh, kata temen gue dia juga ada di kelas fotografi kita tadi.”

“Mana?” Arga lihat ke arah layar, seorang bernama Rafka ada pada display name yang tertera di sana. Sebenarnya ponsel milik dia sedari tadi juga bergetar di dalam tasnya, tapi Arga malas gerak buat mengambil benda persegi panjang tersebut.

“Coba cek hp lo, siapa tau ada juga yang nge-tag di postingan si Rafka ini.”

Arga mengalah, dibukanya tas hitam miliknya dan meraih persegi panjang pipih di dalam sana. Dia lihat ada puluhan notifikasi pada tampilan layarnya. Arga buka salah satunya.

Sama.

Banyak tag-tagan akun twitternya pada postingan milik seseorang bernama Rafka. Arga beranikan diri untuk mengirim pesan pribadi ke laki-laki tersebut. Semoga saja benar kalau kunci motornya saat ini setidaknya aman dalam genggaman tangan seseorang, daripada harus tergeletak di lantai yang entah dimana itu letaknya.