Naraversal


Rafka tersenyum begitu melihat pesan dari Arga yang mengatakan akan tiba dengan cepat, membawa pesanan yang ia sebenarnya minta pada kekasihnya.

Kekasihnya itu memang benar-benar yah, tak pernah gagal membuat dirinya berbunga. Terhitung sudah satu setengah tahun menjalin hubungan, lelaki itu tak berubah banyak.

Hanya menjadi semakin manja setiap harinya. Kadang sampai membuatnya pusing yang teramat sangat saat kelakuan manjanya itu muncul.

Mengingatnya saja membuat Rafka menggelengkan kepala.

Ia memang sedang mengerjakan tugas akhirnya tapi karena pikirannya sudah melalang buana karena mengingat Arga, ia berpikir untuk membuka folder berisikan foto dan video-video yang mereka abadikan.

Lucu, mereka berdua tersenyum begitu lebar seolah dunia hanya milik mereka berdua.

Ah! Rafka harap kekasihnya itu segera datang. Sebab dirinya pun sudah merasa rindu.

Sudah terhitung belasan menit Rafka cekikikan karena melihat foto mereka yang menurutnya konyol. Ada juga foto Arga yang ia ambil secara diam-diam, ketika lelaki tidur ataupun ketika mereka sedang berpergian.

Ketika akan mengganti ke halaman foto selanjutnya, terdengar suara pintu yang diketuk.

“Paket,” suara yang sangat Rafka hapal kini sudah ada di depan pintu apartemennya.

Dengan cepat, lelaki berkelahiran maret itu berdiri dan membawa langkahnya menuju pintu.

“Maaf kak, saya gak pesen paket,” ujarnya bercanda.

Rafka membuka pintunya sambil tersenyum, pemandangan Argantara yang menenteng dua kantong plastik dengan jaket hitam andalannya. Hari ini juga kekasihnya amat tampan.

“Waduh kak, katanya tadi mesen makanan?” Lelaki didepannya berujar menerima candaan sang kekasih.

“Saya kan pesen orangnya kak,” ucap Rafka sembari merentangkan tangannya. Tanda bahwa dirinya ingin sebuah pelukan.

Detik kemudian, tubuh berat Arga sudah berada di Rafka. Menelusuk ke leher Rafka dan mengendusnya.

“Geli ih,” ujar Rafka.

“Kamu wangi banget,”

“Mau masuk atau disini aja kak? Nanti tetangga saya iri loh,”

“Emang tetangga kamu ada? Bukannya selalu kosong ya?”

“Heh!”

“Ayo masuk. Tapi aku gak mau lepasin pelukannya,” ucap Arga dan terbukti dengan kedua tangannya yang semakin mengeratkan pelukan mereka.

Rafka memutar bola matanya malas mendengar ucapan kekasihnya itu. Dengan posisi masih berada dipelukan Arga, Rafka menutup pintu apartemennya dan terdengar suara tanda bahwa pintunya terkunci secara otomatis.

Akhirnya Rafka pun membawa masuk kekasihnya yang masih menempel padanya, Arga seperti koala sekarang. Selalu menempelinya dan tidak melepaskan pelukannya.

“Lepas dulu sayang. Mau ambil piring ini, terus es krimnya mau dimasukin kulkas,” ucap Rafka berusaha melepaskan dekapan Argantara

Mau tak mau, lelaki itu melepaskan pelukannya dan membiarkan Rafka pergi ke arah dapur dengan dua kantongan yang dia bawa tadi.

Sembari menunggu Rafka, Arga membawa dirinya untuk duduk didepan meja tempat Rafka tadi mengerjakan tugas. Layar notebook Rafka menyala menampilkan foto dirinya yang sedang tertidur.

“Aku baru tahu ada foto ini?” tanya Argantara begitu Rafka tiba dengan martabak yang ia bawa.

“Oh itu, iya aku ngefotoin pas lagi dikelas. Makanya, orang kalau dikelas tuh jangan tidur!”

Rafka mengambil sepotong martabak telur yang sudah ia tunggu-tunggu dari tadi dan memakannya. Dia dudukkan dirinya disamping kekasihnya dan menyandarkan kepalanya pada bahu lebar sang kekasih.

“Sayang...” panggil Arga tiba-tiba.

“Hm?”

“Bayarannya mana?”

“Uhuk.. uhuk..” Rafka terbatuk ketika mendengar pertanyaan Arga atas bayaran martabaknya itu.

“Sayang ini minum dulu” Arga menawarkan air yang berada diatas meja.

“Nggak usah, aku ke belakang dulu”

Dengan cepat, Rafka berdiri dan melangkahkan kakinya menuju dapur, lalu berdiri didepan wastafel.

Sial. Walau Rafka menyanggupi permintaan Arga tapi tetap saja ia akan selalu malu terhadap lelaki itu.

Sebenarnya ini hanya alasan Rafka saja untuk pergi ke belakang, padahal ia malu terhadap kekasihnya itu.

Berciuman....?

Memikirkannya saja membuat wajah Rafka memerah. Tenggorokannya sangat perih, tapi tidak sebanding rasa ingin berteriaknya.

Mereka memang sudah sering melakukannya, tapi yang menjadi masalah adalah Argantara yang susah berhenti jika sekali diberikan kesempatan.

Kemudian Rafka membuka aplikasi twitter dan membalas replyan yang masuk. Sayangnya ia lupa jika otomatis Arga akan tahu bahwa ia sedang aktif di sosial media.

Terbukti ketika terdengar suara langkah kaki yang masuk ke dalam dapur, Arga muncul dengan raut muka yang masam.

“Kamu kenapa gak langsung balik tapi balesin reply di tweet?”

Tubuh Rafka menegang, tapi ia juga gemas pada ekspresi Arga. “Aku cuman sebentar loh balesinnya”

Rafka berucap sembari mengambil gelas bekasnya minum, dan mencuci gelasnya. Berusaha terlihat sibuk agar kekasihnya melupakan permintaan itu.

Setelah mencuci gelas, Rafka membawa langkahnya menuju pantry. Berdiri kaku disana saat merasakan Argantara yang menatapnya dengan intens.

“Yaudah, mana bayaran aku?”

Rafka hanya diam, tapi Arga tetap berjalan maju menghimpit Rafka yang berdiri di pantry, dengan kedua lengannya yang berada disisi Rafka.

“Mana bayarannya?”

Rafka mengalihkan pandangannya saat wajah Arga semakin mendekat.

“N-nanti ya? Sekarang pulang dulu deh, nanti dicariin bunda”

Rafka memutar otak, mengucapkan semua alasan agar dapat terhindar dari adegan ini. Tetapi Arganya terlalu peka, lelaki itu sama sekali tidak gentar dan tetap pada posisinya.

Mau tak mau dia harus memberikannya kalau sudah seperti ini.

Cup!

“Itu udah,” Rafka menjawab dengan malu-malu dan berusaha lepas dari kukungan sang kekasih.

Tetapi ditahan oleh Arga.

“Masa gitu doang?” Protes lelaki yang lebih besar.

“Ya terus gimana?”

Ekspresi polos yang ditampilkan Rafka membuat Arga tak tahan, ia perlahan memajukan wajahnya lalu menyatukan kedua benda kenyal tersebut.

Membawa Rafka kedalam ciuman lembut, bibir atas dan bawah sang kekasih dia lumat bergantian, seiring dengan lengan yang dia sampirkan untuk mengelilingi pinggang ramping Rafka.

Eumh~

Rafka mengeluh begitu merasakan tangan Argantara yang meremas pinggangnya.

Sudahkah dia berkata? Kalau Arga adalah best kisser. Lelaki itu selalu tau bagaimana membuatnya hanyut.

Cup!

Kecupan terakhir Arga sematkan untuk mengakhiri sesi ciuman mereka.

Dia satukan kening mereka, lalu mengangkat tangannya untuk menyentuh pipi sang kekasih yang masih terengah.

Sedikit banyak, Argantara merasa bangga membuat Rafka seperti ini. Sebab hanya dia yang bisa membuat Rafka terengah karena ciuman singkat mereka. Hanya dia yang bisa membuat kedua bibir itu membengkak.

“Kenapa bibir kamu selalu manis sih? Jadi ketagihan kan aku, boleh minta lagi?”

Bugh!

Rafka memukul lengan kanan Arga saat mendengar ucapan lelaki itu. “Enak aja. Sana pulang.”

“Malu ya?”

“Enggak!”

“Tapi muka kamu udah kayak kepiting rebus”

“ARGANTARA DIAM GAK?!!!”

“HAHAHAHAHA”


©Naraversal

Meminta Izin


Arga sampai rumah dengan selamat, ia bawa tubuhnya pada kasur big size dan merebahkan disana.

Tring!

Sebuah notifikasi terpampang di layarnya, Itu Rafka. Lelaki itu menanyakan apa rencana mereka ke Bandung akan jadi? Perasaan Arga kacau, disatu sisi ia ingin pergi tapi kota tersebut memberi kenangan buruk baginya.

Tapi haruskah Arga kesana? Disana ada Rafka pasti semua akan baik-baik saja. Jari Arga lihai bergerak di atas layar handphone, membalas pesan dari Rafka. Sekarang ia mantapkan niatnya dan meminta izin pada sang ibunda.

Arga berjalan menemui bundanya yang tengah menonton televisi. Langkahnya sedikit ragu, bisakah ia mendapat izin sang ibunda? Arga mengulum bibirnya, jantungnya berdegup kencang.

Ada sedikit perasaan takut ketika ia ingin meminta izin pada bundanya, tapi dia tidak boleh terlalu lama berlarut pada ini.

Semua pasti bakal baik-baik saja. Ada Rafka disisinya.

“Bunda” panggil Arga dalam satu suara. Perempuan setengah baya itu menoleh pada putranya. “Apa sayang?”

Arga duduk disamping ibunda, berpikir untuk mencari alasan agar niatnya diizinkan. Namun melihat wajah bundanya kembali membuat perasaan Arga gusar. “Bunda, Arga kan ada tugas kuliah dan harus foto-foto gitu”

“Tumben kamu bahas kuliah? Kenapa emangnya?”

“Bun boleh ya?” Arga memegang kedua tangan bundanya. Bunda semakin tidak mengerti kenapa anaknya melakukan hal tersebut.

“Boleh apa?”

Reaksi bundanya membuat Arga takut, “Arga minta izin buat ke Bandung”

Ekspresi memang tidak bisa dibohongi. Perempuan itu langsung terdiam, menghela nafas dan mengalihkan pandangannya pada televisi.

“Arga kamu tau kan Bandung bagi kita itu seperti apa?”

Arga menunduk, tak berani menatap bundanya. “Tau Bunda”

“Bunda bukannya mau ngelarang, tapi kamu tau kan kejadian seperti apa dulu disana?”

“Tapi bunda, Arga kesana gak sendirian”

“Bunda cuman takut ada kejadian apa-apa kalau kamu kesana”ujar wanita paruh baya itu dengan nada khawatir yang kentara.

“Bunda, Arga udah gede. Arga pasti bisa jaga diri, lagipula Arga kesana sama Rafka bun. Rafka bakal jaga Arga kalo ada apa-apa, boleh ya?”

“Kamu gak bakal kenapa-kenapa kan kalau kesana?”

“Ada Rafka bunda, Rafka bakal selalu sama Arga”

“Bunda sebenernya pengen banget ngelarang kamu tapi bener kata kamu, anak bunda udah besar. Bunda gak mau ngekang anaknya bunda, takut pergi lagi“

Arga menatap wajah sendu itu. Dia jadi teringat sosok yang menjadi penyebab bundanya sering menangis dikala malam. Dimana ya dia sekarang? Apa setelah bebas dari sini ia hidup baik-baik saja? Atau hidup bergelantungan tidak jelas? Arga kembali menunduk.

“Bunda izinin Arga ya?”

“Kamu jangan macam-macam disana ya? Bunda takut Arga”

“Iya bunda,” perempuan itu tersenyum.

Berpikir bahwa putranya kini sudah dewasa, sudah menentukan pilihannya sendiri.

Padahal dulu ia sangat kecil, sering bermain bersama saudara kandungnya.

Anaknya yang satu sekarang bagaimana kondisinya? Baik-baik saja? Iya. Sekar harap dia baik-baik saja. Dan setidaknya harus melihat sang adik yang dulu dia manjakan menjadi sebesar ini.

“Bunda ayah gimana?”

“Biar bunda yang ngomong” Arga tersenyum untuk kesekian kali. Bundanya memang pengertian, ia sangat amat sayang kepada bundanya.

“Terimakasih bunda, Arga sayang bunda”

“Bunda juga sayang Arga”

Keduanya berpelukan, kenangan itu biarlah berlalu.

Kini mereka harus bangkit dari luka lama, bukannya tidak baik meratapi nasib yang sama? Kini mereka belajar, jika harus sembuh harus dihadapi bersama bukan selalu dihindari.

Piano and Memories


Jika ditanya Arga gugup atau tidak maka jawabannya, iya. Arga sangat gugup sekarang, dia akan ditonton oleh puluhan orang.

Permainan piano nya akan didengarkan oleh semuanya, membayangkannya saja Arga sudah gugup setengah mati.

Dia terus merapalkan do'a dalam hati semoga ia tidak tiba-tiba tremor atau gangguan yang lainnya. Semoga penampilan kali ini akan sempurna.

Rafka berjalan menemui Arga, ingin melihat apakah pemuda itu baik-baik saja atau tidak. “Arga kamu gugup gak?” Rafka bertanya, jawaban yang ia terima adalah sebuah anggukan dan kedua tangannya yang menggenggam. Rafka terkekeh dan menggapai kedua tangan Arga.

“Gapapa, semuanya bakal berjalan sempurna. Ada aku yang bakal selalu ada disisi kamu”

“Rafka gugup banget, aku mau nangis aja”

“Hahaha masa gitu aja nangis sih” Rafka melepaskan tangannya dan memeluk tubuh pemuda Argantara, ia rapalkan kata-kata penenang agar Arga jauh lebih tenang.

“Everything will be ok, kamu hebat Arga. Pasti kali ini jauh lebih hebat”

Bak mantra, kata-kata Rafka mampu membuat Arga menjadi lebih tenang.

“Makasih Rafka sekarang aku jauh lebih baik”

“Nah gitu dong” ketika keduanya tengah berbagi kehangatan dalam sebuah pelukan, sebuah suara memasuki pendengaran mereka. “Sorry ganggu waktu kalian berdua tapi bentar lagi kita tampil” ucap Harsa.

Keduanya melepaskan pelukan dan tersenyum. Arga kini tidak perlu memusingkan penampilannya akan buruk atau tidak, karena menurut Rafka permainan pianonya luar biasa. Semua tidak perlu dipusingkan.

“Aku kesana ya Raf”

“Semangat, Natraaa”


Di panggung ini Arga bisa melihat seluruh pasang mata menatap ke arahnya.

Gugup? Jelas.

Kakinya tidak henti-hentinya bergetar. Arga bukanlah orang yang terbiasa tampil di atas panggung.

Ia bisa memainkan piano juga karena kakaknya mengajarkannya dulu. Semua yang berkaitan dengan piano selalu mengingatkannya pada saudara kandungnya itu.

“Halo guys jadi kita mau nampilin sebuah lagu nih, judulnya cintakan membawamu. Pada gak sabar ya?” suara Harsa dengan menggunakan mic terdengar sangat keras.

Semua orang menjawab iya dengan lantang. Harsa menoleh ke arah belakang, menatap Arga dan seolah mengkode bahwa ia siap.

Arga memulai dengan sebuah tuts yang ia tekan dan menjadi sebuah instrumen musik, tangannya piawai memainkan piano.

Semua orang menatapnya takjub, Harsa memulai lagunya.

“Tiba saat mengerti Jerit suara hati Letih meski mencoba Melabuhkan Rasa yang ada”

Lagu ini menyimpan memori banyak untuk Arga.

Januar

nama itu merasuki memorinya.

Bagaimana kenangannya dulu bersama kakaknya, memainkan piano sembari menyanyi lagu tersebut.

Seluruh perasaannya ia tumpahkan pada permainan pianonya.

“Mohon tinggal sejenak Lupakanlah waktu Temani air mataku Teteskan lara Merajut asa, menjalin mimpi Endapkan sepi-sepi”

Andai kakaknya itu tidak pergi, andai ia bisa berkumpul bersama dengannya lagi, andai kakaknya tau bahwa ia masih merindukan dirinya, andai kejadian dulu tidak pernah ada, semuanya hanya ada kata 'andai' dan perasaan Arga semakin gusar.

Perpaduan permainan piano Arga dan suara lembut Harsa membuat orang takjub, begitupula dengan Rafka.

Matanya tak henti-hentinya menatap Arga, Rafka tau semuanya pasti bakal berjalan sempurna karena dia adalah Argantara.

“Cinta 'kan membawamu Kembali di sini Menuai rindu, membasuh perih Bawa serta dirimu Dirimu yang dulu Mencintaiku apa adanya”

Air matanya memaksa untuk keluar, tapi Arga sebisa mungkin menahannya untuk tidak menangis di atas stage.

Pikirannya penuh akan kakaknya, lagu ini terlalu menyakitinya. Semuanya menyakitkan.

Piano dan kenangan indah bersama kakaknya menyakitkan namun perasaan rindu menyelundup begitu mudah. Arga tidak kuat menahannya.

“Saat dusta mengalir Jujurkanlah hati Genangkan batin jiwamu Genangkan cinta” Seperti dulu, saat bersama Tak ada keraguan”

Liriknya begitu menusuk dalam hati. Ia tertampar akan lirik yang Harsa nyanyikan. Benar, Arga hanya membohongi sendiri.

Arga berbohong jika ia tidak merindukan kakaknya untuk berkumpul bersama lagi. Bisakah seperti dulu lagi? Bundanya yang tak ragu kepada kakak, begitupula dengan ayahnya.

“Cinta 'kan membawamu Kembali di sini Menuai rindu, membasuh perih Bawa serta dirimu Dirimu yang dulu Mencintaiku apa adanya”

“Cinta 'kan membawamu Kembali di sini Menuai rindu, membasuh perih”

Suara Harsa berhenti bersamaan dengan piano Arga yang berhenti bermain. Riuh tepuk tangan memenuhi ruangan.

Harsa tersenyum tapi semua orang merasa heran karena Arga yang tiba-tiba turun dari stage dan berlari.

Rafka yang melihat Arga turun dari panggung ikut berlari menyusul lelaki itu. S

emua orang menatap heran padanya, Harsa yang sedang berada di atas panggung segera meminta maaf untuk kekacauan kecil yang temannya perbuat.


Rafka sampai di backstage, ia bisa melihat punggung Arga dan suara tangisnya yang terdengar jelas.

Rafka bawa langkahnya mendekat pada Arga dan membawa tubuh itu pada sebuah pelukan.

Tangisan Arga semakin kencang, ia langsung memeluk Rafka erat-erat. Rafka menepuk-nepuk punggung lelaki itu supaya lebih tenang.

Bermenit-menit mereka dalam posisi itu dan suara tangisan Arga perlahan berhenti. Nafasnya masih sesenggukan, Arga masih memeluk erat Rafka. Kepalanya ia sandarkan pada leher Rafka.

“Arga you ok?”

“Kamu pelukannya hangat, sebentar lagi ya?”

“Okey”

Kepalanya dipenuhi banyak pikiran.

Rafka bertanya-tanya mengapa Arga bisa jadi seperti ini, apa lagu tadi mengingatkannya pada seseorang? Lantas dia siapa? Masa lalu Arga?

Arga mengangkat kepalanya dan mengusap air mata yang mengalir pada pipinya.

Berusaha untuk tersenyum agar terlihat baik-baik saja didepan Rafka walau nyatanya ia memang tidak baik-baik saja. “Arga kamu beneran gapapa?” lelaki itu mengangguk.

“Aku gapapa”

“Beneran?”

“Iya Rafka”

“Jangan bohong deh”

“Iya iya”

“Mau minum kopi nggak? Biar perasaan kamu makin tenang”

“Boleh”

Rafka sebenarnya masih curiga kepada Arga, siapa yang membuat lelaki itu menangis seperti ini karena sebuah lagu.

Apa seseorang itu mantan Arga?


“Feel better?” tanya Rafka.

Keduanya tengah duduk di Starbucks dan meminum kopi masing-masing. “Iya” Arga menyeruput kembali kopinya yang masih panas.

Pasti Rafka begitu banyak pertanyaan yang ia ingin tanyakan pada dirinya.

Arga..

hanya tidak siap untuk menceritakannya. Dia bukannya tidak mau untuk menutupi tapi ia hanya tidak siap jika Rafka tahu.

“Aku jelek banget ya?” pertanyaan tiba-tiba dari Arga membuat Rafka melotot tajam.

Dia rasanya ingin menonjok sekali saja pemuda itu, jelek katanya?

Rafka akan membalikkan tubuh mereka jika ada seseorang yang berkata seperti itu. “Siapa yang bilang?”

“Aku, muka aku sekarang jelek ya?”

“Iya jelek banget, Arga paling jelek sedunia”

“Tuhkan..”

“Kenapa sih? Kamu tadi kenapa nangis?”

“Tadi kan aku bilang aku gugup pengen nangis”

“Kamu nangisnya beda”

“Masa?”

Rafka menatap Arga dengan tatapan interogasi. Arga kembali menyeruput kopinya, tatapan Rafka ia hindari.

Rafka mengehela nafas, jika Arga tidak mau cerita kepadanya setidaknya beritahu ia siapa orang yang membuat Arga begini. “Kamu gak bisa cerita ke aku?”

“Cerita apa?”

“Kamu yang tiba-tiba nangis”

“Aku gapapa Rafka”

Jawaban Arga belum membuatnya puas. Ia masih curiga pada lelaki itu.

Rafka sebenarnya benci ketika kepalanya harus dipaksa untuk berpikir.

Tapi sikap Arga yang sekarang mau tak mau pikirannya harus bekerja keras untuk menjawab semua pertanyaan yang ada di kepalanya.

Yang membuat Arga seperti ini bukan mantannya kan? Bukan dari bagian kisah percintaan Arga di masa lalu kan? Ia benar menjadi nomor satu untuk Arga kan?

'Tolong biarin itu semua cuma menjadi asumsi gue aja, gue masih pengen berjuang buat kita, Ga'

Cemburunya Arga


Hari ini Arga ada janji dengan Harsa, latihan untuk persiapan tes Harsa. Arga mengehela nafas memori lama dikepalanya bermunculan. Jujur sudah lama Arga tidak bermain piano dan itu menjadi alasan mengapa Arga waktu itu sempat ragu untuk menerima tawaran Harsa.

Sejujurnya memang benar yang dikatakan Harsa bahwa Arga pandai bermain piano. Arga telah bermain piano sejak kecil karena seluruh keluarga Arga merupakan sosok yang menyukai musik. Yang mengajari Arga adalah sosok sang kakak,

Januar dalam bermain piano.

Iya!

Arga bukan anak tunggal. Dia punya seorang kakak laki-laki yang sekarang entah berada dimana pergi meninggalkan keluarganya hanya karena ingin bersama orang yang dia cintai.

Fakta bahwa sekarang Arga jauh dari Januarlah yang kemudian menjadi kecamuk yang mendalam bagi Arga.

Arga tidak membenci kakaknya hanya saja waktu masih belum bisa menyembuhkan memori yang menyedihkan yang tak pernah Arga bayangkan.

Yang menjadi salah satu penyebab hubungannya dan Rafka juga menjadi rumit.

Arga sudah mencari info tentang kakaknya itu tetapi sama sekali tidak ada jalan keluar.

Salah satu kenangan yang biasa Arga dan Januar lakukan adalah bermain piano. Lambat laun menjadi sebuah kesenangan tersendiri bagi Arga dan Januar.

Lagu Dewa 19 merupakan lagu yang paling sering Arga mainkan terutama ketika bersama abangnya.

Mereka bedua sangat senang dengan lagu tersebut dan sering saling mengiringi satu sama lain baik Januar yang bernyanyi maupun Arga.

Hah...

Memikirkannya saja sudah membuat dada Arga sesak. Dia rindu. Sangat rindu.


Setelah mengirim pesan kepada Rafka bahwa dia sudah sampai diruang latihan, putra Natrasani itu menunggu di parkiran depan.

Rafka memang berniat untuk melihat latihan Arga hari ini. Padahal Arga sudah melarang tapi bagaimana bisa jika pemuda manis itu memohon dengan mata yang berbinar?

Tak lama kemudian Rafkapun datang. “Maaf kamu jadi nunggu gini, kamu udah nunggu lama?”tanya Rafka begitu berdiri dihadapan Argantara.

“Enggak kok aku juga baru aja sampai, ayo kita kesana sekarang kayaknya Harsa udah ada disana”

Rafka pun mengangguk dan segera berjalan beriringan dengan Arga.

Sesampainya mereka di gedung fakultas musik, suara riuh Harsa menggema dan memanggil mereka.

“Woy Arga! Cepetan gue udah nungguin dari tadi nih, eh Rafka lo ikut? AHHH GEMES” ucap Harsa sembari menarik Rafka.

Arga pun yang sudah hafal dengan kelakuan Harsa memutar bola matanya malas, memutuskan mengikuti saja langkah Harsa.

“Lo duduk disini aja sama Jerico yah? Pokoknya lo harus kasi review penampilan gue gimana, oke?” ucap Harsa sembari menunjuk sana sini dengan nada ceria.

Hal tersebut membuat Rafka tersenyum dan menahan tawa. Arga yang melihat ekspresi orang yang dia suka secara otomatis juga tersenyum dan berjalan mendekati Rafka.

“Kamu tunggu sini dulu ya, nggak lama latihannya kok, kayak yang Harsa bilang. Nanti harus kasih nilai jujur pokoknya, oke cantik?”ucap Arga sembari mengusak rambut Rafka dan menaik turunkan alisnya

“Gue baru tau sosok Arga kalau lagi ngebucin tuh kayak gini, hwlee”

Harsa dengan wajah yang dibuat-buat membuat Rafka tertawa. Lain halnya dengan Arga yang malah melotot sedikit tersinggung.

“Udah sana kalian latihan. Semangat haha” ucap Rafka sembari mendorong Arga dan Harsa.


Latihan dimulai dengan instruksi dari Harsa. Setelahnya mereka mulai menyanyi dengan Harsa yang telah membawa mic ditangannya. Harsa meminta Arga bermain terlebih dahulu instrumennya tanpa Harsa bernyanyi.

Argapun memulai lagu Dewa 19 yang berjudul

Cintakan Membawamu Kembali

Dari kejauhan Rafka melihat Arga memainkan piano sangat takjub. Pembawaannya sangatlah baik dan juga keseriusan dalam wajah Argapun menambah kesan menawan.

Rafka sama sekali tidak melebih-lebihkan, tapi memang sosok Arga yang seperti ini baru pertama kali Rafka saksikan.

Namun ada yang sedikit mengganjal di hati Rafka ketika Harsa mulai menyanyi. Bagaimana jika itu adalah Rafka? Apa mereka akan terlihat serasi?

“Gak usah jealous. Mereka temenan doang, lagian Harsa pacar gue kali”ujar Jerico disampingnya secara tiba-tiba membuat Rafka menatapnya.

“Gue gak ngomong apa-apa?”

“Udah ketahuan kali dari ekspresi lo. Gue awal-awal juga gitu. Tapi udah darisananya emang mereka berdua kayak gitu”jelas Jerico.

Rafka hanya mengangguk saja.

“Lo udah pernah belum, jailin si Arga?”

Rafka kembali menoleh kearah Jerico saat lelaki itu kembali bertanya.

“Em, iya. Tapi pasti bakalan dijailin balik”jawab Rafka kesal.

Rafka sering berniat menjahili seorang Argantara, tapi lelaki itu akan berbalik menjadi lebih dan sangat-sangat jahil. Memikirkannya saja membuat kesal, tapi Rafka suka.

“Mau gue bantuin? Supaya dia beneran kesel”tawar Jerico

“Gimana caranya?“tanya Rafka penasaran

Jerico memasang senyum jahilnya. Gebetan Arga yang satu ini benar-benar gampang diajak kerja sama. “Lo diem aja oke? Gue sama Harsa udah rencanain ini dari tadi sebelum kalian dateng. Gue bakalan mancing Arga. Lo ngikut aja”jelas Jerico

Rafka hanya mengangguk pasrah. Sebenarnya penasaran juga bagaimana Jerico akan membuat Argantara itu kesal.

Mereka berdua kembali menikmati permainan Harsa dan juga Arga. Tetapi baru berapa detik, Rafka dapat merasakan beban dibahu kanannya.

Jerico memasang kepalanya dibahu Rafka. Pemuda manis itu sedikit tersentak tanda terkejut, tetapi kembali santai saat Jerico menyuruhnya.

Pemandangan itu dilihat oleh Arga saat dia berniat melakukan kontak mata dengan Rafka. Pemuda itu merasa udara sekitar tiba-tiba menjadi sangat panas.

Terlalu fokus memperhatikan posisi Rafka dan Jerico membuat Arga menjadi salah nada dan membuat Harsa menjadi kesal karena kesalahan Arga yang berkali-kali.

“Lo kenapa sih?!“tanya Harsa emosi

“Ekhem, sorry gue haus. Mau minum.“ujar Arga dan berdiri lalu berjalan lurus menuju ketempat dimana Rafka dan Jerico duduk.

“Minggir”

Rafka mendongak saat mendengar suara Arga yang entah sejak kapan berada didepannya

“Ck, apaan sih. Udah pewe, tuh ada kursi”ujar Jerico sengaja dan berpura-pura untuk tidur dibahu Rafka

“Gue mau minum.“ucap Arga dan memberi kode agar Jerico segera berdiri.

“Nih minum, ngapain sih ganggu pacar gue. Dia ngantuk tuh” Harsa tiba-tiba datang dan menyodorkan satu botol minum pada Arga.

Lelaki berkelahiran Agustus itu, memandang Harsa dengan pandangan sinis.

Kenapa lelaki ini sangat santai?

“Ya itu pacar lo, yaudah kasih gih bahu lo sana. Nempel nempel ke Rafka lagi. Minggir gak?“ujar Arga sudah kesal.

Rafka yang melihat situasi ini sebenarnya ingin tertawa kencang. Tapi sepertinya melanjutkannya lebih seru, wajah Arga lucu.

“Dih biarin aja. Orang gue gak masalah? Rafka juga gak ada masalah iyakan?”

Rafka mengangguk tanda mengiyakan. Arga menatap Rafka memelas, seolah berkata

'Kok kamu gitu?'

“Raff???”

“Biarin Arga, kasian siapa tau Jerico capek, Harsa juga lagi capek kan. Gapapa kok”ucap Rafka menambah tingkat kekesalan Argantara.

“Ck, yaudah iya terserah.”


Sebelum pulang Arga dan Rafka memutuskan untuk pergi ke sebuah taman. Mereka ingin menjernihkan pikiran mereka dan juga menghirup udara segar.

Mereka berdua akhirnya sampai ditaman terdekat dan memutuskan untuk mencari makanan ringan terlebih dahulu.

Setelah membeli makanan ringan, mereka berdua duduk dikursi taman yang masih kosong.

“Lega deh gue Ga, akhirnya Rasya bisa pulang kerumahnya ketemu sama ortunya” ucap Rafka memulai topik pembicaraan.

“Gue juga lega, tapi ada satu lagi sih yang sampe sekarang masih gue pikirin” Ucap Arga.

Rafka yang tiba-tiba merasa ditatap intens seperti itu terkejut dan bingung kenapa Arga tiba-tiba menatapnya.

“M─maksudnya?” ucap Rafka ragu

“Sekarang bisa jelasin kenapa bisa bohong sama gue tentang yang semalem?“tanya Arga dengan nada sepelan mungkin.

“Maaf”

“No. Why do you have to apologize? Gue cuman mau tahu kok, sisanya itu udah bukan hak gue”ujar Arga membuat Rafka menatapnya.

“Gue takut lo marah. Gue takut lo bakalan mengira kalau gue gak serius sama perasaan gue. Tapi dilain sisi ego gue menentang Arga. Kenapa gue harus mikirin perasaan lo? Kenapa harus gue? Dan kenapa harus lo cowok yang gue cintai?“jelas Rafka mengeluarkan yang menjadi pikirannya selama beberapa hari ini.

Arga mematung mendengar ucapan Rafka. Rupanya apa yang dia pikirkan juga dipikirkan oleh pemuda berkelahiran Maret itu. Arga memang sempat ingin menyerah mencari jawaban tentang apa yang dia rasakan sebenarnya pada simanis didepannya ini

Tapi sekarang tidak lagi. Dia sudah yakin. Amat sangat yakin.

“Raf...”

“Kadang gue mikir, haruskah gue menyerah? Haruskah gue menjauh dari lo untuk hilangin perasaan gue?”

“Jangan!“seru Arga menimbulkan rasa bingung pada Rafka.

Kenapa tiba-tiba lelaki ini bereaksi seperti ini?

“Jangan menyerah. Jangan hilangin perasaan lo ke gue”

“Tapi Arga-

“Jangan hilangin itu disaat gue udah mulai jatuh sama lo”lanjut Arga yang sukses membuat nafas Rafka seolah terhenti.

Tetapi jantungnya terus saja berdetak sangat kencang, seakan-akan suaranya bisa terdengar karena berdetak sekencang itu.

“Gue udah suka sama lo Rafka, Gue sangat suka sama lo Ravian Rafka. Maaf kata cinta masih terlalu besar buat gue. Jujur gue nggak tahu sejak kapan perasaan ini muncul tapi gue ngerasa aneh.

Gue suka tiba-tiba kangen sama lo jadi posesif sama lo sampai gue sadar hal itu pasti ngebuat lo jadi gak nyaman. Gue gak suka lo terlalu deket sama oranglain selain gue. Semuanya gue rasain dan gue mencoba mencari tahu dengan jelas itu apa dan pada akhirnya kemarin malam rasa itu menjadi satu kesatuan yang menjawab bahwa gue sudah jatuh sama pesona seorang Ravian Rafka Malverino.

Maaf sebelumnya mungkin gue telat menyadari ini, tapi jujur gue masih punya beberapa hal yang mungkin nggak bisa disatukan menjadi kata “kita” pada waktu yang secepet ini.

Dan saat ini gue harap lo bisa sekali lagi mengerti akan hal itu. Gue cuma mau bilang bawa perasaan lo gak bertepuk sebelah tangan. Perasaan itu terbalas Rafka. Jadi jangan sekali-kali berfikir untuk menghilangkan rasa lo ke gue─Argantara Algeo Natrasani.”

Rafka yang mendengarnya begitu terkejut bercampur bahagia rasanya dia kemarin bahkan tidak mampu memimpikan tentang bagaimana hubungannya dengan Arga akan berlanjut tetapi malah hari ini semuanya menjadi jelas. Yang tak pernah dia sangka terjadi, perasaannya tidak sepenuhnya bertepuk sebelah tangan.

“Arga...”ucap Rafka sembari menarik tangan Arga mendekat mengikis jarak diantara keduanya dan mulai menatap Arga tepat di kedua matanya.

“Gue... Gue gak tahu harus bilang apa” Rafka masih sangat takjub. Mata itu, mata yang selama ini Rafka harapkan akan memiliki binar yang sama seperti saat dia menatap Arga. Mata itu juga menatapnya dengan binar yang sama sekarang.

“Gue tahu ini berat buat lo mungkin juga buat gue ada ketakutan bahwa perasaan lo cuma sebagai sebuah balasan pertemanan, tetapi gue harap apa yang gue lihat dari mata lo hari ini benar-benar apa yang lo rasakan.

Makasih Arga makasih banget udah mau bales perasaan gue dan gue nggak masalah dengan tidak adanya kata kita selama gue dan lo memiliki rasa yang sama pelan-pelan aja? Biar waktu yang nentuin jalan kita dan kita berusaha bagaimana menjaga dan menumbuhkan keyakinan masing-masing”ucap Rafka dan memegang kedua tangan lelaki yang lebih muda. Arga tersenyum dan membalas genggaman tangan Rafka.

“Gue juga, gue pengen mengetahui segalanya tentang lo lebih jauh. Gue juga pengen lo tahu tentang gue. Gue gak tahu gimana harus menjalani ini sendirian. Jadi gue harap mohon bantuannya, Rafka?”

“Or should i call you soon to be my boyfriend?”

Lihat.

Suasana romantisnya terputus karena kejahilan Arga, Rafka memasang raut kesal tetapi sedetik kemudian tertawa.

Akhirnya keduanya sekarang menjadi sebuah kesatuan yang akan berjalan beriringan menuju pelabuhan nan jauh disana yang nantinya akan menjadi saksi bahwa kedua insan ini saling mencintai dan saling melengkapi tanpa adanya beban yang membayangi.

Pelan-pelan namun pasti dan yang pasti cinta akan menemukan jalannya menuju sebuah status yang jauh lebih tinggi. Pasti.


Setelah acara romansa remaja muda yang saling jatuh cinta dilalui oleh Rafka dan Arga di taman, kini malam semakin larut dan keduanya pun memutuskan untuk pulang dengan Arga yang mengantar Rafka terlebih dahulu sampai di apartemennya.

“Lo yakin gak mau gue mampir dulu?“tanya Arga

“Enggak usah. Pulang gih, bunda nyariin”

“Beneran?”

“Iya Argantara...”

“Bilang 'Iya sayang~' gitu coba.” ucap Arga dengan senyum jahilnya membuat Rafka dengan refleks langsung memukul lengan pemuda itu pelan

“Apaan sih?”

“Hahaha kan gue mau denger doang. Yaudah gue pulang dulu ya Raf, jangan lupa makan dan istirahat ya” ucap Arga setelah Rafka turun dan melambaikan tangan.

Rafka yang melihat mobil Arga mulai menjauh tidak bisa menghilangkan senyumnya.

“See you, sayang”ucap Rafka lirih

Rafka dengan keadaan hati yang senang langsung menuju unitnya.

Setelah memasukkan password unitnya ternyata ada hal mengejutkan lainnya yang datang untuk Rafka di hari ini.

Ketika membuka pintu pandangan Rafka disuguhkan dengan sosok mama dan papa rafka yang duduk disofa didepan televisinya

“Loh Rafka udah pulang?“tanya sang Mama

Rafka hanya diam mematung. Masih tidak mempercayai apa yang dia lihat sebelum suara papanya juga menyapa indera pendengarannya.

“Loh kok diem gitu? Mama sama Papanya baru pulang loh ini? Gak kangen?”

Bukannya menjawab, malah Rafka langsung menghamburkan diri memeluk mamanya yang sedang berdiri.

“KOK PULANG GAK NGASIH TAHU?!!!”protes Rafka.

Rafka begitu bahagia, tentu saja. Kedua orang tuanya akhirnya pulang dan berada disisinya.

“Aduh anak mama kangen ya , maafin mama papa ya telat banget pulangnya dan suka batalin janji”ucap wanita paruh baya itu sembari mengelus punggung anaknya.

“Anak mama pasti marah banget ya?”

Rafka menggeleng. Tidak, dia sudah tidak marah. Ini sudah cukup. Merasakan pelukan mamanya sudah cukup.

Ayahnya pun tidak tinggal diam dan langsung memeluk rafka dari belakang. Rafka yang dipeluk kedua orangtuanya menangis─kali ini bukan tangisan kesedihan tetapi tangisan bahagia.

Rafka rasa hari ini dewi keberuntungan tengah berpihak kepadanya.


Sesampainya dikantor polisi Arga segera memaparkan alasan kedatangannya dan pada akhirnya mereka diarahkan menuju meja pelaporan.

Disana telah ada petugas polisi yang menangani kasus pelaporan yang dilakukan oleh Arga dan rafka serta sepasang suami istri yang bisa Arga duga merupakan orangtua dari Rasya.

“Selamat siang Mas Arga, silahkan duduk”sambut petugas tersebut. Arga pun langsung menempati salah satu kursi disamping kedua orang tersebut.

“Seperti yang saya sampaikan tadi bahwa kedua orangtua dari anak yang mas temukan sudah berhasil kami jumpai dan kami bawa kesini. Seperti yang anda lihat disebelah mas, mereka merupakan kedua orang tua anak tersebut. Mereka kami temukan setelah menelusuri beberapa keterangan dan juga kesaksian dari keluarga” Ucap sang petugas memperkenalkan dua orang disamping Arga.

Rafka yang sedari tadi menunggu untuk memastikan bahwa kedua orang tersebut adalah benar orangtua Rasya, maka segera meminta Rasya untuk menghampiri kedua orangtua─nya.

“Acha itu mama sama papanya disitu, gak mau disamperin?”

“Mama?”

“Iya sayang”

Setelah mereka saling memeluk terutama sang ibu langsung menghujani pipi sang anak dengan ciuman dan menangis.

“Untuk alasan dari kedua orang tua dari Rasya meninggalkan anaknya bukanlah sebuah ketidaksengajaan melainkan terdapat unsur lainnya yang mungkin bisa dijelaskan oleh bapak dan ibu”.

Mendengar bahwa Rasya ditinggal dengan sengaja membuat Rafka merasakan sedih dan ngilu dihatinya. Bagaimana anak semanis rasya ditinggalkan? Apakah mereka tidak menyayanginya? Semarah apapun Rafka kepada orangtuanya, setidaknya Rafka bersyukur mereka tidak meninggalkannya seorang diri seperti apa yang dilakukan orangtua Rasya.

Anak itu, membuatnya sadar dan belajar akan banyak hal.

“Saya dan Istri saya sangat berterima kasih sebelunya kepada mas-mas yang telah mengurus Rasya dalam seminggu belakangan dan saya meminta maaf atas kelalaian saya. Kami meninggalkan Rasya sendiri pada saat itu memang sengaja. Tetapi kami terpaksa, kami berdua merupakan keluarga yang tidak berkecukupan sehingga kami berpikir Rasya dapat hidup lebih baik bila tanpa kami dan pasti dia akan ditemukan oleh orang yang bisa menguusnga dengan baik dan ternyata kami salah besar akan hal itu, kami sangat merasa kehilangan Rasya. Bagaimana pun Rasya adalah anak kami”ucap ayah Rasya sembari hendak meneteskan air mata dan disebelahnya ibu Rasya yang sudah menangis tersedu sejak tadi.

Arga yang disampingnya mendengarkan penjelasan itu sambil mengepalkan tangan. Dia tidak menyangka bahwa mereka menelantarkan anaknya karena alasan ekonomi?!

Arga sering mendengar bahwa Anak adalah anugerah bagi semua orangtua bukan malah dianggap menyusahkan.

Tapi ketika melihat raut penyesalan diwajah orangtua Rasya membuat Arga sedikit lega bahwa mereka telah meyadari perbuatannya.

Disisi lain Rafka juga kecewa tetapi dia mecoba mengerti dari sisi orangtua Rasya; dan juga tetap tidak membenarkan orang tua Rasya dan menyerahkan keputusan sepenuhnya pada polisi dan Arga.

Setelah beberapa perbincangan akhirnya di antara kedua belah pihak akhirnya memutuskan bahwa semuanya selesai dengan cara kekeluargaan dan semuanya saling memaafkan.

Mereka semuapun akhirnya berpamitan kepada petugas dan berpisah didepan kantor polisi dengan Rafka, Arga, dan rasya saling berpelukan sebagai tanda perpisahan. Rafka bahkan hampir menangis sekarang.

“Kak lafkaa nanti jangan seyingg makan mie, jangan boong sama kak alga lagi”ucap Rasya dengan polos membuat kedua orang dewasa itu tertawa karenanya.

“Iya, kakak janji”


Sebelum pulang Arga dan Rafka memutuskan untuk pergi ke sebuah taman. Mereka ingin menjernihkan pikiran mereka dan juga menghirup udara segar.

Mereka berdua akhirnya sampai ditaman terdekat dan memutuskan untuk mencari makanan ringan terlebih dahulu.

Setelah membeli makanan ringan, mereka berdua duduk dikursi taman yang masih kosong.

“Lega deh gue Ga, akhirnya Rasya bisa pulang kerumahnya ketemu sama ortunya” ucap Rafka memulai topik pembicaraan.

“Gue juga lega, tapi ada satu lagi sih yang sampe sekarang masih gue pikirin” Ucap Arga.

Rafka yang tiba-tiba merasa ditatap intens seperti itu terkejut dan bingung kenapa Arga tiba-tiba menatapnya.

“M─maksudnya?” ucap Rafka ragu

“Sekarang bisa jelasin kenapa bisa bohong sama gue tentang yang semalem?“tanya Arga dengan nada sepelan mungkin.

“Maaf”

“No. Why do you have to apologize? Gue cuman mau tahu kok, sisanya itu udah bukan hak gue”ujar Arga membuat Rafka menatapnya.

“Gue takut lo marah. Gue takut lo bakalan mengira kalau gue gak serius sama perasaan gue. Tapi dilain sisi ego gue menentang Arga. Kenapa gue harus mikirin perasaan lo? Kenapa harus gue? Dan kenapa harus lo cowok yang gue cintai?“jelas Rafka mengeluarkan yang menjadi pikirannya selama beberapa hari ini.

Arga mematung mendengar ucapan Rafka. Rupanya apa yang dia pikirkan juga dipikirkan oleh pemuda berkelahiran Maret itu. Arga memang sempat ingin menyerah mencari jawaban tentang apa yang dia rasakan sebenarnya pada simanis didepannya ini

Tapi sekarang tidak lagi. Dia sudah yakin. Amat sangat yakin.

“Raf...”

“Kadang gue mikir, haruskah gue menyerah? Haruskah gue menjauh dari lo untuk hilangin perasaan gue?”

“Jangan!“seru Arga menimbulkan rasa bingung pada Rafka.

Kenapa tiba-tiba lelaki ini bereaksi seperti ini?

“Jangan menyerah. Jangan hilangin perasaan lo ke gue”

“Tapi Arga-

“Jangan hilangin itu disaat gue udah mulai jatuh sama lo”lanjut Arga yang sukses membuat nafas Rafka seolah terhenti.

Tetapi jantungnya terus saja berdetak sangat kencang, seakan-akan suaranya bisa terdengar karena berdetak sekencang itu.

“Gue udah suka sama lo Rafka, Gue sangat suka sama lo Ravian Rafka. Maaf kata cinta masih terlalu besar buat gue. Jujur gue nggak tahu sejak kapan perasaan ini muncul tapi gue ngerasa aneh.

Gue suka tiba-tiba kangen sama lo jadi posesif sama lo sampai gue sadar hal itu pasti ngebuat lo jadi gak nyaman. Gue gak suka lo terlalu deket sama oranglain selain gue. Semuanya gue rasain dan gue mencoba mencari tahu dengan jelas itu apa dan pada akhirnya kemarin malam rasa itu menjadi satu kesatuan yang menjawab bahwa gue sudah jatuh sama pesona seorang Ravian Rafka Malverino.

Maaf sebelumnya mungkin gue telat menyadari ini, tapi jujur gue masih punya beberapa hal yang mungkin nggak bisa disatukan menjadi kata “kita” pada waktu yang secepet ini.

Dan saat ini gue harap lo bisa sekali lagi mengerti akan hal itu. Gue cuma mau bilang bawa perasaan lo gak bertepuk sebelah tangan. Perasaan itu terbalas Rafka. Jadi jangan sekali-kali berfikir untuk menghilangkan rasa lo ke gue─Argantara Algeo Natrasani.”

Rafka yang mendengarnya begitu terkejut bercampur bahagia rasanya dia kemarin bahkan tidak mampu memimpikan tentang bagaimana hubungannya dengan Arga akan berlanjut tetapi malah hari ini semuanya menjadi jelas. Yang tak pernah dia sangka terjadi, perasaannya tidak sepenuhnya bertepuk sebelah tangan.

“Arga...”ucap Rafka sembari menarik tangan Arga mendekat mengikis jarak diantara keduanya dan mulai menatap Arga tepat di kedua matanya.

“Gue... Gue gak tahu harus bilang apa” Rafka masih sangat takjub. Mata itu, mata yang selama ini Rafka harapkan akan memiliki binar yang sama seperti saat dia menatap Arga. Mata itu juga menatapnya dengan binar yang sama sekarang.

“Gue tahu ini berat buat lo mungkin juga buat gue ada ketakutan bahwa perasaan lo cuma sebagai sebuah balasan pertemanan, tetapi gue harap apa yang gue lihat dari mata lo hari ini benar-benar apa yang lo rasakan.

Makasih Arga makasih banget udah mau bales perasaan gue dan gue nggak masalah dengan tidak adanya kata kita selama gue dan lo memiliki rasa yang sama pelan-pelan aja? Biar waktu yang nentuin jalan kita dan kita berusaha bagaimana menjaga dan menumbuhkan keyakinan masing-masing”ucap Rafka dan memegang kedua tangan lelaki yang lebih muda. Arga tersenyum dan membalas genggaman tangan Rafka.

“Gue juga, gue pengen mengetahui segalanya tentang lo lebih jauh. Gue juga pengen lo tahu tentang gue. Gue gak tahu gimana harus menjalani ini sendirian. Jadi gue harap mohon bantuannya, Rafka?”

“Or should i call you soon to be my boyfriend?”

Lihat.

Suasana romantisnya terputus karena kejahilan Arga, Rafka memasang raut kesal tetapi sedetik kemudian tertawa.

Akhirnya keduanya sekarang menjadi sebuah kesatuan yang akan berjalan beriringan menuju pelabuhan nan jauh disana yang nantinya akan menjadi saksi bahwa kedua insan ini saling mencintai dan saling melengkapi tanpa adanya beban yang membayangi.

Pelan-pelan namun pasti dan yang pasti cinta akan menemukan jalannya menuju sebuah status yang jauh lebih tinggi. Pasti.


Setelah acara romansa remaja muda yang saling jatuh cinta dilalui oleh Rafka dan Arga di taman, kini malam semakin larut dan keduanya pun memutuskan untuk pulang dengan Arga yang mengantar Rafka terlebih dahulu sampai di apartemennya.

“Lo yakin gak mau gue mampir dulu?“tanya Arga

“Enggak usah. Pulang gih, bunda nyariin”

“Beneran?”

“Iya Argantara...”

“Bilang 'Iya sayang~' gitu coba.” ucap Arga dengan senyum jahilnya membuat Rafka dengan refleks langsung memukul lengan pemuda itu pelan

“Apaan sih?”

“Hahaha kan gue mau denger doang. Yaudah gue pulang dulu ya Raf, jangan lupa makan dan istirahat ya” ucap Arga setelah Rafka turun dan melambaikan tangan.

Rafka yang melihat mobil Arga mulai menjauh tidak bisa menghilangkan senyumnya.

“See you, sayang”ucap Rafka lirih

Rafka dengan keadaan hati yang senang langsung menuju unitnya.

Setelah memasukkan password unitnya ternyata ada hal mengejutkan lainnya yang datang untuk Rafka di hari ini.

Ketika membuka pintu pandangan Rafka disuguhkan dengan sosok mama dan papa rafka yang duduk disofa didepan televisinya

“Loh Rafka udah pulang?“tanya sang Mama

Rafka hanya diam mematung. Masih tidak mempercayai apa yang dia lihat sebelum suara papanya juga menyapa indera pendengarannya.

“Loh kok diem gitu? Mama sama Papanya baru pulang loh ini? Gak kangen?”

Bukannya menjawab, malah Rafka langsung menghamburkan diri memeluk mamanya yang sedang berdiri.

“KOK PULANG GAK NGASIH TAHU?!!!”protes Rafka.

Rafka begitu bahagia, tentu saja. Kedua orang tuanya akhirnya pulang dan berada disisinya.

“Aduh anak mama kangen ya , maafin mama papa ya telat banget pulangnya dan suka batalin janji”ucap wanita paruh baya itu sembari mengelus punggung anaknya.

“Anak mama pasti marah banget ya?”

Rafka menggeleng. Tidak, dia sudah tidak marah. Ini sudah cukup. Merasakan pelukan mamanya sudah cukup.

Ayahnya pun tidak tinggal diam dan langsung memeluk rafka dari belakang. Rafka yang dipeluk kedua orangtuanya menangis─kali ini bukan tangisan kesedihan tetapi tangisan bahagia.

Rafka rasa hari ini dewi keberuntungan tengah berpihak kepadanya.


Sesampainya dikantor polisi Arga segera memaparkan alasan kedatangannya dan pada akhirnya mereka diarahkan menuju meja pelaporan.

Disana telah ada petugas polisi yang menangani kasus pelaporan yang dilakukan oleh Arga dan rafka serta sepasang suami istri yang bisa Arga duga merupakan orangtua dari Rasya.

“Selamat siang Mas Arga, silahkan duduk”sambut petugas tersebut. Arga pun langsung menempati salah satu kursi disamping kedua orang tersebut.

“Seperti yang saya sampaikan tadi bahwa kedua orangtua dari anak yang mas temukan sudah berhasil kami jumpai dan kami bawa kesini. Seperti yang anda lihat disebelah mas, mereka merupakan kedua orang tua anak tersebut. Mereka kami temukan setelah menelusuri beberapa keterangan dan juga kesaksian dari keluarga” Ucap sang petugas memperkenalkan dua orang disamping Arga.

Rafka yang sedari tadi menunggu untuk memastikan bahwa kedua orang tersebut adalah benar orangtua Rasya, maka segera meminta Rasya untuk menghampiri kedua orangtua─nya.

“Acha itu mama sama papanya disitu, gak mau disamperin?”

“Mama?”

“Iya sayang”

Setelah mereka saling memeluk terutama sang ibu langsung menghujani pipi sang anak dengan ciuman dan menangis.

“Untuk alasan dari kedua orang tua dari Rasya meninggalkan anaknya bukanlah sebuah ketidaksengajaan melainkan terdapat unsur lainnya yang mungkin bisa dijelaskan oleh bapak dan ibu”.

Mendengar bahwa Rasya ditinggal dengan sengaja membuat Rafka merasakan sedih dan ngilu dihatinya. Bagaimana anak semanis rasya ditinggalkan? Apakah mereka tidak menyayanginya? Semarah apapun Rafka kepada orangtuanya, setidaknya Rafka bersyukur mereka tidak meninggalkannya seorang diri seperti apa yang dilakukan orangtua Rasya.

Anak itu, membuatnya sadar dan belajar akan banyak hal.

“Saya dan Istri saya sangat berterima kasih sebelunya kepada mas-mas yang telah mengurus Rasya dalam seminggu belakangan dan saya meminta maaf atas kelalaian saya. Kami meninggalkan Rasya sendiri pada saat itu memang sengaja. Tetapi kami terpaksa, kami berdua merupakan keluarga yang tidak berkecukupan sehingga kami berpikir Rasya dapat hidup lebih baik bila tanpa kami dan pasti dia akan ditemukan oleh orang yang bisa menguusnga dengan baik dan ternyata kami salah besar akan hal itu, kami sangat merasa kehilangan Rasya. Bagaimana pun Rasya adalah anak kami”ucap ayah Rasya sembari hendak meneteskan air mata dan disebelahnya ibu Rasya yang sudah menangis tersedu sejak tadi.

Arga yang disampingnya mendengarkan penjelasan itu sambil mengepalkan tangan. Dia tidak menyangka bahwa mereka menelantarkan anaknya karena alasan ekonomi?!

Arga sering mendengar bahwa Anak adalah anugerah bagi semua orangtua bukan malah dianggap menyusahkan.

Tapi ketika melihat raut penyesalan diwajah orangtua Rasya membuat Arga sedikit lega bahwa mereka telah meyadari perbuatannya.

Disisi lain Rafka juga kecewa tetapi dia mecoba mengerti dari sisi orangtua Rasya; dan juga tetap tidak membenarkan orang tua Rasya dan menyerahkan keputusan sepenuhnya pada polisi dan Arga.

Setelah beberapa perbincangan akhirnya di antara kedua belah pihak akhirnya memutuskan bahwa semuanya selesai dengan cara kekeluargaan dan semuanya saling memaafkan.

Mereka semuapun akhirnya berpamitan kepada petugas dan berpisah didepan kantor polisi dengan Rafka, Arga, dan rasya saling berpelukan sebagai tanda perpisahan. Rafka bahkan hampir menangis sekarang.

“Kak lafkaa nanti jangan seyingg makan mie, jangan boong sama kak alga lagi”ucap Rasya dengan polos membuat kedua orang dewasa itu tertawa karenanya.

“Iya, kakak janji”


Sebelum pulang Arga dan Rafka memutuskan untuk pergi ke sebuah taman. Mereka ingin menjernihkan pikiran mereka dan juga menghirup udara segar.

Mereka berdua akhirnya sampai ditaman terdekat dan memutuskan untuk mencari makanan ringan terlebih dahulu.

Setelah membeli makanan ringan, mereka berdua duduk dikursi taman yang masih kosong.

“Lega deh gue Ga, akhirnya Rasya bisa pulang kerumahnya ketemu sama ortunya” ucap Rafka memulai topik pembicaraan.

“Gue juga lega, tapi ada satu lagi sih yang sampe sekarang masih gue pikirin” Ucap Arga.

Rafka yang tiba-tiba merasa ditatap intens seperti itu terkejut dan bingung kenapa Arga tiba-tiba menatapnya.

“M─maksudnya?” ucap Rafka ragu

“Sekarang bisa jelasin kenapa bisa bohong sama gue tentang yang semalem?“tanya Arga dengan nada sepelan mungkin.

“Maaf”

“No. Why do you have to apologize? Gue cuman mau tahu kok, sisanya itu udah bukan hak gue”ujar Arga membuat Rafka menatapnya.

“Gue takut lo marah. Gue takut lo bakalan mengira kalau gue gak serius sama perasaan gue. Tapi dilain sisi ego gue menentang Arga. Kenapa gue harus mikirin perasaan lo? Kenapa harus gue? Dan kenapa harus lo cowok yang gue cintai?“jelas Rafka mengeluarkan yang menjadi pikirannya selama beberapa hari ini.

Arga mematung mendengar ucapan Rafka. Rupanya apa yang dia pikirkan juga dipikirkan oleh pemuda berkelahiran Maret itu. Arga memang sempat ingin menyerah mencari jawaban tentang apa yang dia rasakan sebenarnya pada simanis didepannya ini

Tapi sekarang tidak lagi. Dia sudah yakin. Amat sangat yakin.

“Raf...”

“Kadang gue mikir, haruskah gue menyerah? Haruskah gue menjauh dari lo untuk hilangin perasaan gue?”

“Jangan!“seru Arga menimbulkan rasa bingung pada Rafka.

Kenapa tiba-tiba lelaki ini bereaksi seperti ini?

“Jangan menyerah. Jangan hilangin perasaan lo ke gue”

“Tapi Arga-

“Jangan hilangin itu disaat gue udah mulai jatuh sama lo”lanjut Arga yang sukses membuat nafas Rafka seolah terhenti.

Tetapi jantungnya terus saja berdetak sangat kencang, seakan-akan suaranya bisa terdengar karena berdetak sekencang itu.

“Gue udah suka sama lo Rafka, Gue sangat suka sama lo Ravian Rafka. Maaf kata cinta masih terlalu besar buat gue. Jujur gue nggak tahu sejak kapan perasaan ini muncul tapi gue ngerasa aneh.

Gue suka tiba-tiba kangen sama lo jadi posesif sama lo sampai gue sadar hal itu pasti ngebuat lo jadi gak nyaman. Gue gak suka lo terlalu deket sama oranglain selain gue. Semuanya gue rasain dan gue mencoba mencari tahu dengan jelas itu apa dan pada akhirnya kemarin malam rasa itu menjadi satu kesatuan yang menjawab bahwa gue sudah jatuh sama pesona seorang Ravian Rafka Malverino.

Maaf sebelumnya mungkin gue telat menyadari ini, tapi jujur gue masih punya beberapa hal yang mungkin nggak bisa disatukan menjadi kata “kita” pada waktu yang secepet ini.

Dan saat ini gue harap lo bisa sekali lagi mengerti akan hal itu. Gue cuma mau bilang bawa perasaan lo gak bertepuk sebelah tangan. Perasaan itu terbalas Rafka. Jadi jangan sekali-kali berfikir untuk menghilangkan rasa lo ke gue─Argantara Algeo Natrasani.”

Rafka yang mendengarnya begitu terkejut bercampur bahagia rasanya dia kemarin bahkan tidak mampu memimpikan tentang bagaimana hubungannya dengan Arga akan berlanjut tetapi malah hari ini semuanya menjadi jelas. Yang tak pernah dia sangka terjadi, perasaannya tidak sepenuhnya bertepuk sebelah tangan.

“Arga...”ucap Rafka sembari menarik tangan Arga mendekat mengikis jarak diantara keduanya dan mulai menatap Arga tepat di kedua matanya.

“Gue... Gue gak tahu harus bilang apa” Rafka masih sangat takjub. Mata itu, mata yang selama ini Rafka harapkan akan memiliki binar yang sama seperti saat dia menatap Arga. Mata itu juga menatapnya dengan binar yang sama sekarang.

“Gue tahu ini berat buat lo mungkin juga buat gue ada ketakutan bahwa perasaan lo cuma sebagai sebuah balasan pertemanan, tetapi gue harap apa yang gue lihat dari mata lo hari ini benar-benar apa yang lo rasakan.

Makasih Arga makasih banget udah mau bales perasaan gue dan gue nggak masalah dengan tidak adanya kata kita selama gue dan lo memiliki rasa yang sama pelan-pelan aja? Biar waktu yang nentuin jalan kita dan kita berusaha bagaimana menjaga dan menumbuhkan keyakinan masing-masing”ucap Rafka dan memegang kedua tangan lelaki yang lebih muda. Arga tersenyum dan membalas genggaman tangan Rafka.

“Gue juga, gue pengen mengetahui segalanya tentang lo lebih jauh. Gue juga pengen lo tahu tentang gue. Gue gak tahu gimana harus menjalani ini sendirian. Jadi gue harap mohon bantuannya, Rafka?”

“Or should i call you soon to be my boyfriend?”

Lihat.

Suasana romantisnya terputus karena kejahilan Arga, Rafka memasang raut kesal tetapi sedetik kemudian tertawa.

Akhirnya keduanya sekarang menjadi sebuah kesatuan yang akan berjalan beriringan menuju pelabuhan nan jauh disana yang nantinya akan menjadi saksi bahwa kedua insan ini saling mencintai dan saling melengkapi tanpa adanya beban yang membayangi.

Pelan-pelan namun pasti dan yang pasti cinta akan menemukan jalannya menuju sebuah status yang jauh lebih tinggi. Pasti.


Rafka kembali membasahi bibirnya yang kering. Saat ini dia sedang pusing, bagaimana tidak jika dia baru saja bangun dari tidurnya dan ingin beranjak mengambil air dikarenakan pusing yang dirasakannya; efek dari alkohol yang dia minum sebelumnya.

Rafka bingung kenapa dia bisa langsung berada dikamarnya. Yang pemuda itu ingat terakhir hanyalah dirinya yang menikmati pesta ulangtahun teman Ara dan berakhir meminum beberapa gelas bir, dia tidak ingat kapan dan bagaimana dia berada dikamarnya.

Dengan kepala yang masih sedikit pusing Rafka keluar kamar. Dia mengingat dia meninggalkan Rasya sendirian dan dia harus segera melihat keadaan anak kecil itu.

Rafka berjalan perlahan dengan memegang tembok dan mencoba menghilangkan rasa pusingnya. Ketika membuka pintu kamarnya yang dilihat pertama kali oleh Rafka adalah Rasya yang telah berpakaian rapi dengan tas yang berada disisinya tengah duduk didepan tv.

Rafka langsung menghampiri Rasya dan disambut dengan senyuman oleh anak itu.

“Loh, Acha kok rapi banget, udah mandi?”

Belum sempat Rasya menjawab pertanyaan Rafka tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan membuat Rafka terkejut.

“A-arga?? L-lo disini?” Rafka terkejut tentu saja. Dia sadar betul kesalahannya. Dan jika Arga disini artinya sudah pasti, kebohongannya diketahui.

Arga tidak merespon pemuda mungil itu dan hanya diam lalu memilih untuk meneruskan langkahnya menuju dapur.

Rafka yang melihatnya berniat menyusul dan ingin berusaha berbicara dengan Arga tentang semalam.

“Acha, kak Rafka ke kak Arga dulu ya. Acha tunggu disini”ucap Rafka pada anak balita itu. Rasya yang mendengarnya hanya mengangguk dengan semangat dan diusaklah rambut Rasya sebagai tanda gemas sebelum beranjak menyusul Arga.

Rafka yang melihat Arga sedang membuat kopi langsung menghampirinya dan mulai bertanya “Arga?” Panggilan Rafka tidak ditanggapi oleh sang Argantara. Rafka memutuskan untuk melanjutkan ucapannya;

“Gue kemarin─

“Duduk dulu. Gue udah bikinin sup buat lo. Jangan disimpen lama-lama pusingnya. Gue tahu betul lo gimana kalau udah habis mabuk kayak gitu”potong Argantara tanpa menatap wajah Rafka.

Rafka seperti merasa DejaVu dengan keadaan mereka saat ini.

Tidak ingin membuat mood Arga menjadi berantakan, Rafka langsung saja menuruti perintah dari putra Natrasani itu.

Sambil memakan sup pengar yang dibuatkan oleh Arga, sesekali Rafka mencuri pandang pada sosok Arga yang masih berdiri membelakanginya.

“Arga, kita bisa ngobrol dulu sebentar?” Rafka bertanya setelah memakan sup buatan Arga hingga tak bersisa.

“Mau ngomong apa?” Arga berkata dan duduk dihadapan Rafka dengan tidak memutus tatapannya pada Rafka

Rafka arahkan arah pandangnya melirik pemuda lain selain dirinya di sana. “Soal semalem. Gue mau minta maaf” Ucapnya dan Arga tahu itu ada tulus. Terbukti dari tangan Rafka yang mengepal gugup seolah menanti jawaban yang akan keluar dari bibir sang Natrasani.

“Kenapa minta maafnya sama gue?“tanya Arga yang seketika membuat Rafka mengulum bibirnya.

“Harusnya lo minta maaf sama Rasya. Minta maaf sama diri lo sendiri. Gak usah minta maaf sama gue.“lanjut Arga

Rafka menunduk dan memainkan tangannya dibawah meja serta berkata lirih, “Maaf...”

Arga menghela nafasnya melihat Rafka yang seolah tidak ingin menatapnya. “Sekarang mendingan lo mandi terus siap-siap”

“Kemana?” bingung Rafka

“Ngajak Rasya jalan-jalan, sebelum nganterin dia ke orangtuanya. Polisi udah nemu, dan orangtuanya mau juga ngambil Rasya.” ucapan Arga membuat Rafka seketika menatapnya terkejut.

“Udah ketemu?”

“Iya”

Rafka kemudian menjadi murung. Hah, dia sudah terbiasa dengan Rasya dirumahnya. Dan sekarang anak itu sudah ingin kembali.

“Raf, gue tau lo emang sesayang itu sama Rasya. Tapi kita harus mikirin orangtuanya juga. Karena itu gue mau ngajak kalian berdua jalan-jalan, dan gue yakin kok nanti kita bakalan ketemu Rasya lagi” Arga berusaha menenangkan Rafka, dia tahu persis bagaimana perasaan pemuda mungil itu saat ini.

“Iya”


Arga, Rafka, dan Rasya sudah berkeliling seharian. Mulai dari belanja, bermain, dan makan semua yang ingin dimakan oleh Rasya.

Tadi mereka sedang makan saat pihak polisi menghubungi dan mengatakan bahwa orangtua Rasya sudah tiba dikantor polisi.

Mereka bersenandung ria didalam mobil dan juga bercanda setidaknya sebagai kenangan terakhir sebelum akhirnya Rasya kembali kepada kedua orang tuanya. Sedikit banyak Rafka masih tidak rela sebenarnya tapi mau bagaimana lagi.

“Acha seneng nggak tinggal sama kak Rafka sama kak Arga?”tanya Arga.

“Seneng pake banget hehehe bisa main sama kakak alga sama kakak lafkaa” Rasya menjawab dengan riang gembira sembari memakan jajanan yang ada didepannya, terdapat kelegaan diantara Rafka dan Arga.

Pasalnya baru pertama kali bagi keduanya untuk mengurus anak kecil dan mereka sedikitnya cemas dan takut mereka salah dalam merawat Rasya.

“Aku juga seneng ketemu Rasya. Pokoknya nanti kita harus main bareng lagi” ucap rafka sembari mengusap lembut kepala Rasya.

Rasanya Rafka masih enggan untuk berpisah dengan Rasya karena dengan adanya Rasya kehidupannya jauh lebih berwarna.

Arga yang melihat adegan itu tersenyum dan seketika menggenggam tangan Rafka dan mengusapnya pelan untuk menenangkan lelaki mungil itu.

Seolah mengatakan, jangan khawatir.


Sesampainya dikantor polisi Arga segera memaparkan alasan kedatangannya dan pada akhirnya mereka diarahkan menuju meja pelaporan.

Disana telah ada petugas polisi yang menangani kasus pelaporan yang dilakukan oleh Arga dan rafka serta sepasang suami istri yang bisa Arga duga merupakan orangtua dari Rasya.

“Selamat siang Mas Arga, silahkan duduk”sambut petugas tersebut. Arga pun langsung menempati salah satu kursi disamping kedua orang tersebut.

“Seperti yang saya sampaikan tadi bahwa kedua orangtua dari anak yang mas temukan sudah berhasil kami jumpai dan kami bawa kesini. Seperti yang anda lihat disebelah mas, mereka merupakan kedua orang tua anak tersebut. Mereka kami temukan setelah menelusuri beberapa keterangan dan juga kesaksian dari keluarga” Ucap sang petugas memperkenalkan dua orang disamping Arga.

Rafka yang sedari tadi menunggu untuk memastikan bahwa kedua orang tersebut adalah benar orangtua Rasya, maka segera meminta Rasya untuk menghampiri kedua orangtua─nya.

“Acha itu mama sama papanya disitu, gak mau disamperin?”

“Mama?”

“Iya sayang”

Setelah mereka saling memeluk terutama sang ibu langsung menghujani pipi sang anak dengan ciuman dan menangis.

“Untuk alasan dari kedua orang tua dari Rasya meninggalkan anaknya bukanlah sebuah ketidaksengajaan melainkan terdapat unsur lainnya yang mungkin bisa dijelaskan oleh bapak dan ibu”.

Mendengar bahwa Rasya ditinggal dengan sengaja membuat Rafka merasakan sedih dan ngilu dihatinya. Bagaimana anak semanis rasya ditinggalkan? Apakah mereka tidak menyayanginya? Semarah apapun Rafka kepada orangtuanya, setidaknya Rafka bersyukur mereka tidak meninggalkannya seorang diri seperti apa yang dilakukan orangtua Rasya.

Anak itu, membuatnya sadar dan belajar akan banyak hal.

“Saya dan Istri saya sangat berterima kasih sebelunya kepada mas-mas yang telah mengurus Rasya dalam seminggu belakangan dan saya meminta maaf atas kelalaian saya. Kami meninggalkan Rasya sendiri pada saat itu memang sengaja. Tetapi kami terpaksa, kami berdua merupakan keluarga yang tidak berkecukupan sehingga kami berpikir Rasya dapat hidup lebih baik bila tanpa kami dan pasti dia akan ditemukan oleh orang yang bisa menguusnga dengan baik dan ternyata kami salah besar akan hal itu, kami sangat merasa kehilangan Rasya. Bagaimana pun Rasya adalah anak kami”ucap ayah Rasya sembari hendak meneteskan air mata dan disebelahnya ibu Rasya yang sudah menangis tersedu sejak tadi.

Arga yang disampingnya mendengarkan penjelasan itu sambil mengepalkan tangan. Dia tidak menyangka bahwa mereka menelantarkan anaknya karena alasan ekonomi?!

Arga sering mendengar bahwa Anak adalah anugerah bagi semua orangtua bukan malah dianggap menyusahkan.

Tapi ketika melihat raut penyesalan diwajah orangtua Rasya membuat Arga sedikit lega bahwa mereka telah meyadari perbuatannya.

Disisi lain Rafka juga kecewa tetapi dia mecoba mengerti dari sisi orangtua Rasya; dan juga tetap tidak membenarkan orang tua Rasya dan menyerahkan keputusan sepenuhnya pada polisi dan Arga.

Setelah beberapa perbincangan akhirnya di antara kedua belah pihak akhirnya memutuskan bahwa semuanya selesai dengan cara kekeluargaan dan semuanya saling memaafkan.

Mereka semuapun akhirnya berpamitan kepada petugas dan berpisah didepan kantor polisi dengan Rafka, Arga, dan rasya saling berpelukan sebagai tanda perpisahan. Rafka bahkan hampir menangis sekarang.

“Kak lafkaa nanti jangan seyingg makan mie, jangan boong sama kak alga lagi”ucap Rasya dengan polos membuat kedua orang dewasa itu tertawa karenanya.

“Iya, kakak janji”


Hari ini Arga mendatangi apartemen Rafka dengan tujuan mengajak pemuda manis itu untuk jalan-jalan, dia tidak bilang-bilang dahulu pada Rafka karena ini sebuah kejutan.

Tapi ketika sampai dia hanya melihat Rasya seorang diri tengah menonton televisi yang menampilkan kartun. Arga merasa aneh tapi ketika dia menanyakan pada Rasya kalau Rafka dimana, bocah itu bilang jika Rafka tengah pergi sebentar.

Segera saja Arga membuka room chatnya dengan Rafka menanyakan keberadaan lelaki itu dimana tapi jawaban pemuda tersebut adalah di apartemen.

Arga marah tentu saja, Rafka membohonginya. Bagaimana Rafka tega meninggalkan Rasya seorang diri.

Ini bukan kali pertama Rafka berbuat seperti ini.

Selama ini keduanya menjaga Rasya bergantian, jika Rafka ada kelas Arga yang menjaga begitupun sebaliknya. Tapi pernah suatu hari Arga yang menjaga Rasya, karena dia mendapat pesan bahwa Rafka hari ini ada kerja kelompok, untung saja dia tau password apartemen Rafka.

Rafka pulang sekitar jam 8 an. Arga tengah menimang-nimang Rasya untuk tidur, jadi ketika Rafka pulang Arga langsung menyambutnya. “Lo kemana aja?”

Raut muka Rafka terlihat gusar. Tangannya saling bertaut, ia takut melihat mata Arga walau lelaki tersebut tidak menatapnya tajam. “Gue baru kelar kerja kelompoknya”

“Tapi lo balik malem banget”

Rafka sebenarnya merasa bersalah telah membohongi Arga tapi ia takut pada amukan pemuda tersebut. “Maaf”

“Rasya udah tidur, gue mau balik dulu ya”

Dia akan menunggu Rafka sampai lelaki itu pulang. Arga memutuskan malam ini ia akan menginap.


Berjam-jam Arga menunggu Rafka sampai waktu menunjukkan pukul 10 malam. Rasya sudah tertidur dari tadi, Arga hanya khawatir.

Sekarang ia tengah mengkhawatirkan pemuda itu dimana tapi sebuah ketukan pintu membuatnya bangun dan memeriksa siapakah itu.

Dilihatnya Rafka yang sudah mabuk dan diantar oleh Ara membuat amarah Arga naik, tetapi pemuda itu menahannya. Dia tidak boleh kelepasan seperti kali terakhir.

Arga ingin mengambil alih Rafka dari Ara dan menyuruh perempuan itu pulang. Tetapi Ara malah memaksa untuk masuk.

Tidak ingin memperpanjang masalah, Arga hanya membiarkan keduanya masuk, meskipun ada rasa tidak nyaman yang dia rasakan.

“Kalian dari mana?“tanya Arga begitu Ara selesai mendudukkan Rafka disofa.

“Party temen gue. Lo sendiri ngapain diapartemen Rafka?“tanya Ara dengan tatapan sinis yang ditujukan kepada pemuda tinggi itu.

“Ketemu Rasya, yah seenggaknya sebelum gue tau kalau Rafka ninggalin Rasya sendirian buat ketemu sama lo” ucapan Arga membuat Ara mengerutkan keningnya.

“Ada masalah apa sebenarnya lo selalu melarang Rafka ini itu? Lo siapanya? Cuman temen kan? Selama ini, lo jelas-jelas tahu. Rafka suka sama lo. Cinta sama lo. Tapi lo aja bahkan gak ngasih dia kepastian kayak gimana?! Mikir gak sih lo? Punya hak apa lo ngelarang dia ini itu?“ucap Ara emosi dan menarik nafas perlahan sebelum melanjutkan kembali perkataannya.

“Hanya karena lo pikir Rafka suka sama lo, lo jadi punya hak gitu buat ngurusin hidupnya dia? Lo tau jelas dia gak nyaman dan nyari gue. Ini yang terakhir. Kalo lo masih gak ngasih Rafka kepastian. Gue saranin ngejauh deh. Biarin gue yang masuk dan jagain Rafka.“ucap Ara dan langsung berlalu darisana tanpa menunggu jawaban sang Argantara. Dia tidak yakin bisa menahan dirinya untuk tidak membentak Arga jika dia terus tinggal disana.

Arga diam mematung. Memikirkan perkataan Ara. Benar. Pemuda bersurai hitam itu tersenyum miris. Ada hak apa dia dalam hidup Rafka?

Arga beralih menatap Rafka yang sedang tertidur dengan posisi duduk disofa. Argantara membawa dirinya mendekati Rafka dan berlutut dihadapan lelaki itu.

“Rafka sebenarnya gue kenapa... Sebelumnya gue gak pernah seceroboh ini. Tapi lo hadir. Lo dateng dan ngebuat seluruh dunia gue jadi abstrak.

Gue gak suka lo sedih. Gue udah janji bakalan terus sama lo disaat lo sedih. Tapi gue gak sadar, gue adalah alasan dibalik itu. Gue ngerusak itu lagi. Kesempatan gue apa udah hilang, Raf?

Gue suka sama lo. Gue sangat suka sama lo Ravian Rafka.”

Untuk pertama kalinya, Arga mengatakan yang sebenarnya dia rasakan selama ini.


Hari ini Arga mendatangi apartemen Rafka dengan tujuan mengajak pemuda manis itu untuk jalan-jalan, dia tidak bilang-bilang dahulu pada Rafka karena ini sebuah kejutan.

Tapi ketika sampai dia hanya melihat Rasya seorang diri tengah menonton televisi yang menampilkan kartun. Arga merasa aneh tapi ketika dia menanyakan pada Rasya kalau Rafka dimana, bocah itu bilang jika Rafka tengah pergi sebentar.

Segera saja Arga membuka room chatnya dengan Rafka menanyakan keberadaan lelaki itu dimana tapi jawaban pemuda tersebut adalah di apartemen.

Arga marah tentu saja, Rafka membohonginya. Bagaimana Rafka tega meninggalkan Rasya seorang diri.

Ini bukan kali pertama Rafka berbuat seperti ini.

Selama ini keduanya menjaga Rasya bergantian, jika Rafka ada kelas Arga yang menjaga begitupun sebaliknya. Tapi pernah suatu hari Arga yang menjaga Rasya, karena dia mendapat pesan bahwa Rafka hari ini ada kerja kelompok, untung saja dia tau password apartemen Rafka.

Rafka pulang sekitar jam 8 an. Arga tengah menimang-nimang Rasya untuk tidur, jadi ketika Rafka pulang Arga langsung menyambutnya. “Lo kemana aja?”

Raut muka Rafka terlihat gusar. Tangannya saling bertaut, ia takut melihat mata Arga walau lelaki tersebut tidak menatapnya tajam. “Gue baru kelar kerja kelompoknya”

“Tapi lo balik malem banget”

Rafka sebenarnya merasa bersalah telah membohongi Arga tapi ia takut pada amukan pemuda tersebut. “Maaf”

“Rasya udah tidur, gue mau balik dulu ya”

Dia akan menunggu Rafka sampai lelaki itu pulang. Arga memutuskan malam ini ia akan menginap.


Berjam-jam Arga menunggu Rafka sampai waktu menunjukkan pukul 10 malam. Rasya sudah tertidur dari tadi, Arga hanya khawatir.

Sekarang ia tengah mengkhawatirkan pemuda itu dimana tapi sebuah ketukan pintu membuatnya bangun dan memeriksa siapakah itu.

Dilihatnya Rafka yang sudah mabuk dan diantar oleh Ara membuat amarah Arga naik, tetapi pemuda itu menahannya. Dia tidak boleh kelepasan seperti kali terakhir.

Arga ingin mengambil alih Rafka dari Ara dan menyuruh perempuan itu pulang. Tetapi Ara malah memaksa untuk masuk.

Tidak ingin memperpanjang masalah, Arga hanya membiarkan keduanya masuk, meskipun ada rasa tidak nyaman yang dia rasakan.

“Kalian dari mana?“tanya Arga begitu Ara selesai mendudukkan Rafka disofa.

“Party temen gue. Lo sendiri ngapain diapartemen Rafka?“tanya Ara dengan tatapan sinis yang ditujukan kepada pemuda tinggi itu.

“Ketemu Rasya, yah seenggaknya sebelum gue tau kalau Rafka ninggalin Rasya sendirian buat ketemu sama lo” ucapan Arga membuat Ara mengerutkan keningnya.

“Ada masalah apa sebenarnya lo selalu melarang Rafka ini itu? Lo siapanya? Cuman temen kan? Selama ini, lo jelas-jelas tahu. Rafka suka sama lo. Cinta sama lo. Tapi lo aja bahkan gak ngasih dia kepastian kayak gimana?! Mikir gak sih lo? Punya hak apa lo ngelarang dia ini itu?“ucap Ara emosi dan menarik nafas perlahan sebelum melanjutkan kembali perkataannya.

“Hanya karena lo pikir Rafka suka sama lo, lo jadi punya hak gitu buat ngurusin hidupnya dia? Lo tau jelas dia gak nyaman dan nyari gue. Ini yang terakhir. Kalo lo masih gak ngasih Rafka kepastian. Gue saranin ngejauh deh. Biarin gue yang masuk dan jagain Rafka.“ucap Ara dan langsung berlalu darisana tanpa menunggu jawaban sang Argantara. Dia tidak yakin bisa menahan dirinya untuk tidak membentak Arga jika dia terus tinggal disana.

Arga diam mematung. Memikirkan perkataan Ara. Benar. Pemuda bersurai hitam itu tersenyum miris. Ada hak apa dia dalam hidup Rafka?

Arga beralih menatap Rafka yang sedang tertidur dengan posisi duduk disofa. Argantara membawa dirinya mendekati Rafka dan berlutut dihadapan lelaki itu.

“Rafka sebenarnya gue kenapa... Sebelumnya gue gak pernah seceroboh ini. Tapi lo hadir. Lo dateng dan ngebuat seluruh dunia gue jadi abstrak.

Gue gak suka lo sedih. Gue udah janji bakalan terus sama lo disaat lo sedih. Tapi gue gak sadar, gue adalah alasan dibalik itu. Gue ngerusak itu lagi. Kesempatan gue apa udah hilang, Raf?

Gue suka sama lo. Gue sangat suka sama lo Ravian Rafka.”